[Fanfiction-1S] On Rainy Night

Minggu, 31 Juli 2011
ON RAINY NIGHT

















Rating : General
Genre : Romance
Real Post : 17 July 2011 ---> On Rainy Night
Cast : (Super Junior) Lee Donghae, Park Yeonrin, Yoo Seomi, Eunmoon couple ;)
Author : Moon ◕‿-
HAPPY READING ^^


Hujan???lagi…

Park Yeonrin berdiri di depan pintu kaca dan memandang lurus ke luar. Langit sedang menangis malam itu, tangisan yang sangat deras. Jalanan menjadi sepi. Beberapa mobil melesap dengan kecepatan rata-rata agar tidak terpelincir di atas jalan yang licin. Orang-orang berlalu-lalang dengan payung masing-masing. Tapi ada juga yang berlari sambil menutup kepalanya, mungkin karena lupa membawa payung.
Tapi bukan itu yang Yeonrin perhatikan. Ia seperti mengawasi setiap tetes air hujan yang jatuh berbenturan dengan lantai. Percaya kalau hujan bisa membuat kita mengingat sesuatu yang pernah terjadi di masa lalu? Percaya atau tidak, tapi itulah yang sedang terjadi pada Yeonrin. Langit itu seakan mengajaknya menangis juga. Sedangkan tetes hujan membawa kembali semua memori lama ke dalam pikirannya. Tidak, bukan memori biasa. Tapi memori indah yang menyakitkan.
Menyakitkan…

When the world turns dark and the rain quietly falls.
Everything is still...Even today, without a doubt
I can’t get out of it, i can’t get out from the thoughts of you
*********************

“Yeonrin-ssi…” Panggilan dari Moonri membuyarkan lamunan Yeonrin dan membuatnya menoleh ke arah Moonri. “apa yang sedang kau lihat di luar sana?” Tanya Moonri
Yeonrin membalikkan badannya, “Aniyo, malam ini hujannya deras sekali. Bagaimana bisa pulang?” ujarnya.
Park Yeonrin dan Park Moonri bekerja paruh waktu di sebuah swalayan kecil di tengah kota Seoul. Jam 10.00 malam tepat adalah jam tutup swalayan itu. Memang pada malam itu hanya Yeonrin dan Moonri yang berjaga. Ada juga Yoo Kyungmin, hanya saja ia sudah pulang sejak sore karena istrinya sedang melahirkan. Tapi sepertinya malam itu bukan malam yang baik untuk kedua gadis itu. Hujan deras itu seakan mengurung mereka dalam swalayan tersebut.
“lampunya akan ku matikan. Kita tunggu di luar saja.” Kata Moonri yang berdiri tepat di samping kontak lampu dan siap-siap mematikannya.

Mereka berdua berdiri mematung di depan swalayan itu. Hanya diam dan memandang hujan yang tidak kunjung berhenti. Jalanan terlihat semakin sepi.  Sepertinya penduduk Seoul malam itu lebih memilih berlindung di dalam rumah. Begitu juga dengan kedua gadis ini yang berharap bisa cepat pulang ke rumah masing-masing yang hangat, dibanding kedinginan di luar sini. Beberapa menit kemudian, seorang laki-laki berlari dengan membawa payung ke arah mereka berdua. Itu Lee Hyukjae, kekasih Moonri.

Hyukjae menutup payung biru yang di bawanya dan menghampiri dua orang itu yang menunggu hujan reda dengan tekun. Ia tersenyum manis ke arah mereka berdua. “Sudah menunggu lama?” Tanyanya pada Moonri.
Moonri mendekat pada Hyukjae. “Tidak terlalu, lagipula ada Yeonrin yang menemani.” Katanya sambil tersenyum pada Yeonrin  yang juga tersenyum padanya. Kemudian ia kembali menatap Hyukjae, “Kenapa kau yang menjemput?”
“Jungsoo-hyung sedang ada urusan jadi dia memintaku menjemputnya.” Hyukjae menjelaskan, tetapi kemudian ia melihat Moonri dengan mata di sipitkan, “Geundae, kau tidak senang aku yang menjemputmu?”
Moonri melipat kedua tangannya di depan dadanya. Mengabaikan pertanyaan Hyukjae, ia balik menuduh, “Kupikir, seharusnya kau tidur di rumah bukan?”
“Aniyo!” Hyukjae terlihat memikirkan balasan yang tepat. “Kalau kau mau tau, aku sibuk berjalan bolak-balik di rumah memikirkan apa yang kau lakukan saat hujan-hujan begini. Bagus bukan?” Jelas Hyukjae dengan senyum bangga.
Moonri menatap Hyukjae dengan perasaan geli dan senang juga. “Berjalan bolak-balik? Dalam mimpi maksudnya?” Seru Moonri.
“Ya! Itu kenyataan!” Jawab Hyukjae dengan mimik wajah cemberut. Moonri tertawa kecil dan memukul lengan Hyukjae pelan.

Yeonrin yang sejak tadi hanya diam saja akhirnya membuka suara, “Kalian jangan berdebat disini,” Ia tersenyum kecil melihat kelakuan kedua teman satu sekolahnya itu.
“Kami tidak berdebat.” Moonri dan Hyukjae berseru bersamaan. lalu sedetik kemudian mereka saling berpandangan heran.
Alis Yeonrin terangkat, tapi pada akhirnya ia tertawa, “Aigoo! Cocok sekali kalian ini.” Ujar Yeonrin. “Sudah, kalian pulang saja!” lanjutnya.
“Kau tidak pulang?” Tanya Moonri
Yeonrin menghela napas, “Aku menunggu hujan reda saja. Sana, lanjutkan perdebatan kalian di tempat lain.” Kata Yeonrin dengan mengibas-ngibaskan tangannya.
Saat Hyukjae ingin membuka mulut menjawab perkataan Yeonrin, Moonri sudah terlebih dahulu berkata, “Tidak apa-apa sendirian disini?”
Yeonrin mengangguk pelan, “Aku akan sampai di rumah dengan utuh, kau tidak perlu khawatir.” Ujarnya sambil tersenyum. “Kelihatannya, Hyukjae-mu juga sudah ngantuk sekali.”
Moonri melirik Hyukjae, “Haiissh..lupakan saja dia!” Sahutnya tapi masih dengan senyum kecil di wajahnya. Lalu ia melanjutkan, “Kalau begitu, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa, langsung kabari aku, Yeonrin! Annyeong.” Moonri melambaikan tangannya dan Hyukjae menundukkan kepalanya beberapa detik lalu ikut melambai. Mereka berdua menembus hujan dengan payung yang di pegang Hyukjae.

Setelah kedua orang itu pergi, senyum Yeonrin langsung memudar. Ia memang sedang ingin sendiri. Melihat kedua orang itu, membuatnya kembali mengingat masa lalu. Di masa lalunya ia juga terlihat bahagia seperti Moonri dan ada seseorang yang berarti untuknya berada di sampingnya. Masa lalunya itu terasa seperti mimpi indah, ia bisa bersama dengan orang yang menyayanginya dan menjadi orang paling beruntung di dunia. Tetapi itu hanya mimpi masa lalu. Mimpi memang indah dan sekejap. Lalu dengan kejam dunia membangunkannya dan mejadikannya orang paling bodoh yang hanya berharap terlalu banyak untuk orang itu.

Orang itu…

Now…I know that it’s the end, i know that it’s all just foolishness. Now I know that it’s not true
I am just disappointed in myself for, not being able to get a hold of you because of that pride
*********************

Lee Donghae. Nama itu kembali berputar-putar dalam kepalanya. Untuk beberapa saat Yeonrin berhasil mengusir nama itu dari pikirannya. Tapi ia kembali mengingat nama itu saat ia sendiri, karena itulah Yeonrin berusaha mencari kesibukan. Entah darimana awalnya ia bisa mengenal dan menjadi ‘dekat’ dengan laki-laki yang berada satu tahun di atasnya. Yeonrin bahkan sempat tak sadar ia punya senior bernama Lee Donghae di sekolahnya sekarang. Sampai hari itu datang, lagi-lagi saat hari sedang hujan, seperti hari ini.

-flashback-

‘sepertinya kita sama-sama lupa membawa payung ya?’ Donghae berdiri di sampingnya dan tersenyum padanya. Membuatnya tersentak kaget dan menoleh cepat ke samping.
Ia lalu membalas senyumannya dan berkata asal-asalan, ‘dewi keberuntungan sedang tidak bersama kita sepertinya.’ Katanya singkat tetapi ucapannya itu membuat Donghae tertawa. Yeonrin tidak terpikir bahwa ucapannya itu dapat mengundang tawa.
‘mau menembus hujan? di dekat sini ada halte bis bukan?’ tawar Donghae.
‘Ne?’ Mata Yeonrin menyipit. ‘tidak. Maksudku, aku tidak terlalu suka hujan. Lebih baik aku menunggu reda saja.’ Jawab Yeonrin sambil tersenyum datar.
Alis Donghae terangkat, ‘tidak suka hujan? Ada kenangan tidak menyenangkan?’ Tanyanya dengan menatap Yeonrin penasaran.
‘bukan begitu. Maksudku, kalau ada hujan pasti selalu ada petir kan? Ya, begitulah.’ Yeonrin buru-buru menjelaskan.
‘kau takut petir?’
‘aku tidak takut. Hanya tidak suka.’ Yeonrin melipatkan tangannya di depan dada, berusaha tidak menunjukkan kelemahannya.
Tiba-tiba saja Donghae mengacak-acak rambutnya pelan. ‘kalau begitu kita tunggu sama-sama saja.’ Ujarnya sambil tersenyum lagi.

-end of flasback-

Tidak tau apa yang terjadi pada dirinya, Yeonrin suka melihat senyumnya saat itu. Hari-hari berikutnya, Donghae selalu menghampirinya atau sekedar menegurnya, dengan senyuman itu. Bahkan terkadang Donghae mengajaknya makan bersama. Semakin hari, Yeonrin merasa…Yah! Hanya merasa begitu nyaman ketika bersama dengan laki-laki itu. Entahlah, ia hanya merasa benar. Ia bisa mengeluarkan semua keluh-kesahnya pada Donghae, dan laki-laki itu akan membalas dengan senyumannya. Seakan laki-laki itu bersedia menjadi tempat Yeonrin untuk mencurahkan semua masalah dan keluhannya. Laki-laki dengan mudah menjadi seseorang yang berarti bagi Yeonrin. Ia suka melihat senyuman laki-laki itu. Suaranya. Tangan hangatnya yang memegang kepalanya. Tanpa sadar, Yeonrin selalu memerhatikan laki-laki itu. Dan membutuhkannya…
Tapi tidak ada yang kekal bukan di dunia ini? setiap ada kebahagiaan, maka kita harus bersiap-siap dengan kebalikannya. Kenyataan pahit yang menelan bulat-bulat kebahagiaan yang baru di rasakan Yeonrin…

-flashback-

‘Yeonrin-a, sepertinya akhir-akhir ini kau jadi dekat dengan Donghae sunbae?’ Tanya seorang temannya.
Muka Yeonrin memerah tanpa ia sadari, ‘Ne? tidak juga. Memang kelihatannya begitu?’ jawabnya mengelak tuduhannya temannya.
Seseorang temannya yang lain berseru, ‘tadi kau bilang siapa? Donghae? Lee Donghae yang dance-nya keren itu? Kau pacarnya sekarang?’ Tanyanya.
‘Aniyo. Pacar apa, kau ini jangan bercanda.’ Wajah Yeonrin memanas. Yeonrin berusaha mencari kegiatan lain seperti membaca buku, enggan menjawab pertanyaan temannya lagi.
 ‘Untunglah. Kalian tau? Aku kemarin tidak sengaja melihat ia dan seorang perempuan berpelukan di taman sekolah. Lalu besoknya aku melihat dia berduaan dengan perempuan lain lagi, di sudut perpustakaan.’ Temannya itu menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal lalu melanjutkan, ‘apa dia tipe orang yang baik pada semua perempuan? Bagaimana menurutmu Yeonrin?’
Yeonrin yang sedang berusaha fokus membaca buku tidak bisa menolak agar telinganya tidak mendengar penuturan temannya itu. Yeonrin merasa napasnya tertahan untuk beberapa saat. Otaknya sekejap tidak mampu mencerna dan berpikir dengan benar. Apa ini? Ia merasa sakit. Lebih tepatnya ia merasa hatinya sakit.
 ‘Yeonrin-a?’
Yeonrin tersentak sadar dari keterkejutannya. ‘Ooo…’ Yeonrin menatap temannya dan berusaha terlihat biasa. Berusaha terlihat seperti perkataan temannya itu tidak berpengaruh apa-apa padanya. ‘kalau tentang itu aku tidak tau. Kami tidak terlalu dekat.’ Sahut Yeonrin dengan senyum yang di buat-buat. Dalam hati Yeonrin tidak mempercayai kata-katanya sendiri tadi. Apa maksud dengan kata ‘tidak dekat’? Benarkah? Lucu sekali.
Temannya mengangguk tanda mengerti. ‘Aah cham! Aku baru dengar dari kakak sepupuku yang sekelas dengannya, Donghae itu sedang dekat Yoo Seomi,itu loh anak pintar dari kelas sebelah.’ Temannya itu melanjutkan gossip yang tidak jelas itu dengan semangatnya tanpa mempedulikan Yeonrin yang sudah membeku di tempat mendengar kata-katanya.

-end of flashback- 

On the rainy days you come and find me, torturing me through the night
When the rain starts to stop, you follow 
Slowly, little by little, you will stop as well
 *********************

Yeonrin mendesah berlebihan. Tidak. Jangan memikirkan masa lalu lagi. Memangnya kenapa kalau Donghae dekat dengan perempuan lain? Ada yang salah? Donghae bukan siapa-siapa baginya. Ia tidak peduli perempuan mana yang sedang bersama Donghae sekarang. Untuk apa ia peduli? Itu bukan urusannya. Benarkah? Apa yang otaknya pikirkan sama dengan apa yang hatinya rasakankah? Tentu saja tidak! Rasanya sakit. Mengingat laki-laki itu pernah menjadi bagian dari cerita hidupnya. Mengingat laki-laki itu telah memberikan banyak hal-hal indah untuk di ingat. Mengingat laki-laki itu adalah orang yang berarti dalam hidupnya. Aah! Sekali lagi Yeonrin menghela napasnya. Ia harus membuang pemikirannya itu jauh-jauh. Udara dingin semakin mengusik Yeonrin, ia menggosok-gosok kedua tangannya. Rasanya ingin sekali ia berteriak meminta agar hujan ini cepat reda.

“Yeonrin-ssi?”
Yeonrin mendongakkan kepalanya melihat sumber suara itu. Ia menajamkan penglihatannya di tengah kegelapan yang menyelimuti suasana sekitarnya. Begitu ia menangkap sosok yang memanggilnya, Yeonrin seakan merasa mematung di tempat. Perempuan itu…
“Ooo Seomi-ssi,” Yeonrin kali ini benar-benar sedang memaksakan senyumnya. Berharap itu bukan senyum kaku atau senyum yang membuatnya terlihat seperti orang bodoh. “Kenapa denganmu?”
Seomi langsung mengambil tempat berdiri di samping Yeonrin. Bajunya terlihat sudah basah sedikit. “Aku baru saja dari salon di depan dan tiba-tiba saja hujan. Haiish! Rambutku sudah bagus-bagusnya malah langsung di guyur hujan.” Jelas Seomi geram. Tangannya merapikan rambutnya yang terlihat berwarna merah.
Yeonrin berusaha tertawa kecil ataupun setidaknya tersenyum alami, “Masih kelihatan bagus.” Katanya singkat.
“Geuraeyo?” Seomi melihat ke arah Yeonrin dengan penuh harap. Melihat Yeonrin mengangguk, ia tersenyum puas. “beruntung sekali aku bertemu denganmu disini, aku tidak mau menunggu sendiri di depan. Mengerikan!” Seomi memegang kedua pipinya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Begitu? Tapi tidak ada yang mengerikan disini. Hanya sedikit gelap dan,” Yeonrin kehilangan kata-kata. Ia berhenti sejenak dan melanjutkan, “Ya memang kelihatan mengerikan.” Jawab Yeonrin dengan senyum asal-asalan. Ia mulai bingung kenapa ia tidak merasa takut seperti biasanya? Karena memikirkan orang itu? Ia pasti sudah mulai gila. Tetapi untuk sekejap dalam hati ia sedikit mengagumi Seomi, ia mudah bergaul dengan orang. Pantas saja Donghae menyu–Aah! Lupakan!

Seomi mengangguk tanda setuju, “Bayangkan saja tiba-tiba ada petir dan lalu aku berteriak. Kemudian orang-orang melihatku dan menertawaiku. Malu sekali!” Tutur Seomi dengan cara bicaranya yang menggemaskan. Seomi lalu melirik jam tangannya yang saat itu menunjukkan jam Sembilan lewat. Ia mendesah panjang dan menatap jalanan yang sepi. “Lama sekali redanya. Lebih baik aku minta tolong Donghae oppa menjemputku.” Sambung Seomi lalu mengambil ponselnya dari dalam tas tangannya.
Yeonrin membeku di tempat.
Seomi menekan digit nomor di keypad ponselnya dan menempelkan ponselnya di telinganya, “Donghae oppa…” Seru Seomi dengan riang seperti biasanya.
Mau tau apa rasanya? Yeonrin merasa paru-parunya di sumbat dengan sesuatu pastinya, yang membuatnya tidak bisa bernapas dengan normal sekarang. Ia tidak ingin mendengar apapun yang di katakan Seomi. Entah kenapa, mendengar nama laki-laki di sebut saja, rasanya sudah sakit sekali.
“Yeonrin-ssi, rambutku masih kelihatan bagus bukan? Aku tidak mau kelihatan jelek di depan Donghae oppa.” Tanya Seomi dengan matanya yang berbinar-binar. Sebagai jawaban, Yeonrin hanya mengangguk seraya tersenyum kaku. Tidak bisa berpikir jernih lagi. Apa lagi yang akan terjadi setelah ini? Apa lagi yang akan datang  menjadi mimpi buruknya? Yeonrin seakan tidak mau tau lagi.
Terlihat Seomi sibuk mengaduk-ngaduk isi tasnya dan berakhir dan mengambil sebuah cermin kecil dari dalam tasnya. Saat Seomi menatap dirinya di cermin, Yeonrin mengedarkan pandangannya ke arah jalanan. Ia juga berharap hujan ini cepat reda. Udara yang dingin benar-benar mengusik hingga tulang-tulangnya. Ia bisa bernafas lega karena tidak ada petir yang menyambar-nyambar menambah kacaunya pikirannya malam itu. Ia tidak suka petir, tidak suka atau takut, terserah. Seraya menggosok-gosokan kedua telapak tangannya, sesekali Yeonrin juga meniup tangannya lalu meletakkan tangannya di kedua pipinya agar tubuhnya merasa sedikit hangat.

“Donghae oppa!!” Seru Seomi.
Yeonrin membelalakan matanya mendengar seruan Seomi itu. Apalagi saat ia mendengar seseorang berlari mendekat ke arah mereka. Ia memberanikan diri menoleh pelan ke arah Seomi. Benar saja, itu Donghae. Astaga! Itu benar Donghae. Demi apapun, bolehkah dunia menelannya sekarang? Tidak bisakah angin menerbangkannya ke tempat lain? Sungguh, ia ingin segera menghilang dari sini. Apakah memalingkan wajah sudah cukup untuk membuatnya tidak terlihat di depan laki-laki itu? Ia benar-benar tidak ingin bertemu dengan laki-laki itu sekarang.
“Oppa, kau benar-benar datang. Gomawo.” Yeonrin dapat mendengar suara Seomi yang terdengar begitu senang. Tidak terdengar jawaban apapun dari Donghae. Hening sejenak. Yeonrin ingin melihat apa yang terjadi dengan sepasang manusia yang berjarak beberapa centi dengannya itu.

“Yeonrin-a,”
Suara itu. Tidak salah lagi. Suara yang begitu di kenalnya, begitu di rindukannya, begitu di sukainya. Suara itu menyerukan namanya. Yeonrin baru menyadari bahwa ia memang sangat merindukan suara yang memanggilnya seperti saat ini. Yeonrin menarik nafas panjang. Entah kenapa air matanya sudah berkumpul di pelupuk matanya dan siap jatuh membasahi pipinya. Ia menunduk dan menggigit bibir bawahnya.
“Oppa mengenal dia?” Seomi memandang kedua orang di samping kiri kanannya itu bergantian. Keduanya hanya diam di tempat. Tapi Seomi bisa melihat dengan jelas sinar mata Donghae yang tertuju pada Yeonrin. “Kalian saling mengenal?” Tanya Seomi lagi.
“Seomi-ssi, orang yang menjemputmu sudah datang bukan? Sebaiknya kau pulang dulu.” Yeonrin mengangkat kepalanya menoleh pada Seomi, tapi sama sekali tidak berani memandang Donghae. “rambutmu…” lanjut Yeonrin.
“Aah! Geurae, rambutku bisa bertambah jelek. Kalau begitu, kami pulang dulu. Jaga dirimu.” Kata Seomi lalu menggandeng lengan Donghae. Tetapi sepertinya Donghae masih berdiri mematung di tempatnya. Seomi kemudian melambaikan sebelah tangannya di depan wajah Donghae.
“Ooh! Seomi-a” Donghae tersentak dari lamunannya. Di lihatnya Seomi sedang mencibirkan mulutnya.
“Oppa tidak mendengarku sejak tadi?” Tanya Seomi. Raut mukanya sudah berubah seperti anak kecil yang tidak di berikan permen.
“Tentu saja aku dengar, kau menyuruhku menjemputmu dan aku sudah di sini sekarang.” Donghae meletakkan tangannya di atas kepala Seomi dan tersenyum padanya, membuat wajah Seomi kembali mengukir senyum cerah. Sebaliknya tidak begitu dengan Yeonrin. Gadis itu seakan menganggap ia sedang berdiri seorang diri di tempat itu.
“Kalau begitu, ayo kita pulang!” Seomi mempererat gandengan tangannya pada lengan Donghae. “Seomi-ssi, annyeong.” Seomi melambai pada Yeonrin. Yeonrin tersenyum kecil padanya. Di detik berikutnya Yeonrin bertemu mata dengan Donghae yang baru di sadari sedang melihat ke arahnya juga.
“Oppa, ppali!” Kali ini Seomi menarik lengan Donghae. Ia mulai merasa ada yang aneh antara Donghae dan Yeonrin, tetapi ia belum berani untuk mengakuinya. Apa mungkin dua orang ini…
“Pulanglah.” Yeonrin berkata dengan menundukan kepalanya.

Setelah melambai singkat, Seomi dan Donghae berjalan menembus hujan dengan satu payung. Yeonrin melihat Donghae masih sempat menoleh beberapa saat padanya sebelum mereka menghilang di belokan di simpang jalanan yang sepi itu. Yeonrin meremaskan tangannya. Pandangannya kosong ke depan. Ia lalu meletakkan tangannya di dadanya. Sesekali ia memukul–mukul pelan. Rasanya sakit disini, hatinya sakit. Yeonrin menarik napas panjang dan mengulanginya berkali-kali. Ia benar-benar sendirian sekarang, bersama dengan curahan hujan yang tak kunjung reda. Gadis itu berjongkok.  Ia memandangi jalan raya yang basah sambil menggigit bibir bawahnya.

Gadis itu ingin menangis, tapi ia tidak bisa…


Sementara itu,
“Aku tidak tau Oppa dan Yeonrin-ssi saling mengenal.” Ujar Seomi yang mencoba memecah keheningan sejak mereka berjalan meninggalkan Yeonrin.
“Aku memang mengenalnya dengan baik.” Jawab Donghae singkat.
Seomi mengernyitkan keningnya, “Dengan baik? Sudah berapa kalian saling mengenal?”
“Entahlah. Aku tidak bisa memperkirakannya.” Sahut Donghae dengan nada datar.
Seomi terlihat semakin bingung. Ia ingin bertanya lagi tapi di lain sisi ia takut mengetahui kenyataan. “Apa hubungan kalian?” Tanya Seomi pada akhirnya dengan ragu.
Donghae mengernyitkan keningnya, “kenapa kau bertanya begitu?”
Seomi menghentikan langkah kakinya. Ia menatap Donghae dengan matanya yang tajam dan berkata, “Cara oppa memandangnya berbeda. Apa hubungan kalian?”
“Benarkah aku begitu?”
“Jawab aku!” Seru Seomi keras hingga membuat Donghae tersentak kaget dan menoleh ke arahnya. Tapi Donghae lalu mengalihkan perhatiannya lagi.

Keduanya terdiam sesaat. Seomi tetap menunggu jawaban dari Donghae seraya berharap apa yang di khawatirkan bukanlah kenyataan. Yang ada dalam pikirannya sekarang adalah Donghae dan Yeonrin memiliki hubungan khusus sebelumnya. Ia berharap itu hanya pemikirannya saja. Sementara itu, kilatan cahaya mulai menampakkan dirinya di langit malam, membuat tempat yang gelap menjadi terang yang menakutkan untuk beberapa detik. Kilatan cahaya itu membuat Donghae menyadari sesuatu.
“Waeyo?” Tanya Seomi begitu melihat perubahan ekspresi Donghae yang semula datar menjadi terkejut akan suatu hal.
“Aku harus pergi.”
“Mwoya?!”
Donghae terlihat gelisah. Ia segera memberikan payung  yang ada di tangannya ke Seomi. “Kau pakai ini dan hati-hati di jalan.”
“Oppa wae gurae?!” Tanya Seomi masih belum mengerti dengan perilaku Donghae.
“Aku harus pergi. Kau berhati-hatilah.” Ujar Donghae lalu ia berlari sendiri menembus hujan dengan tangannya di atas kepala.
“Oppa!! Donghae oppa!!” Teriak Seomi tapi sepertinya Donghae tidak mendengarnya. Seomi berdecak geram. “Haissh! Apa-apaan orang itu!!”

Now, I erased all of you. I emptied out all of you
But when the rain falls again, 
All the memories of you I hid with effort, It all comes back, it must be looking for you
*********************

Yeonrin merasa badannya gemetaran kecil. Ia mulai merasa takut. Yeonrin membenamkan kepalanya di antara lipatan tangannya. Beberapa detik kemudian, Yeonrin merasa seseorang berdiri di sampingnya. Pikiran-pikiran aneh  mulai merasuki otaknya. Jantungnya berdetak kencang. Dengan perasaan takut, ia mendongakkan kepalanya. Tiba-tiba jantungnya berhenti berdetak sedetik saat ia mendapati Donghae yang ada di sampingnya. Napasnya terengha-engah dan rambutnya kelihatan basah. Yeonrin mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali untuk memastikan penglihatannya. Dan yang ia lihat di sampingnya itu memang Donghae. Apakah laki-laki itu kembali untuk dirinya? Apakah laki-laki itu sengaja melakukannya? Apakah ia boleh berharap sedikit? Tapi sakit sekali bukan ketika harapan itu terhempas begitu saja?

“kau tidak apa-apa?” Donghae mengambil posisi berjongkok di depan Yeonrin. Yeonrin bisa merasakan wajahnya kini memanas di tengah dinginnya udara malam. Kenyataan bahwa laki-laki itu sedang mengkhawatirkannya membuat perasaannya sedikit lebih baik.
“Yeonrin-a, baik-baik saja?” Donghae mengulangi pertanyaannya melihat Yeonrin yang hanya diam saja. Kemudian ia melihat Yeonrin mengangguk pelan dan rasa lega memenuhi pikirannya. Ia tersenyum tipis lalu bertanya lagi, “Ku antar pulang?”

Ia tersenyum. Kali ini Yeonrin tidak dapat bernafas dan berpikir dengan benar. Astaga, kenapa laki-laki ini kembali membuatnya berharap? Yeonrin membenamkan kepalanya di antara lipatan kedua tangannya. Ia menggelengkan kedua kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Donghae, walaupun ia tidak yakin hatinya juga berkata begitu. Sedetik kemudian, Yeonrin merasa pergelangan tangannya tergenggam oleh tangan seseorang. Ia hampir tidak percaya. Donghae mengenggam pergelangan tangannya dan menariknya berdiri. Mereka berpandangan untuk beberapa saat.
“Ku antar pulang. Sudah malam, besok masih sekolah bukan? Kau harus istirahat cukup.” Ujar Donghae. Kali ini, Yeonrin tidak mampu melihat mata laki-laki itu. Benar-benar mencekat napasnya. Laki-laki ini masih sangat baik padanya. Rasanya ingin sekali ia menumpahkan air matanya sekarang. Tidak! Bernapaslah dengan benar…bernapaslah dengan benar…
“Sekarang masih hujan.” Yeonrin akhirnya membuka mulutnya. Ia menarik tangannya dari genggaman Donghae. Walaupun jika ia boleh jujur, Yeonrin merasa hangat dalam genggaman Donghae.
“Tidak apa-apa.” Sahut Donghae. Ia lalu melepaskan jaket yang ia pakai. “kita pakai ini?” Donghae memperdekat jaraknya dengan Yeonrin. Ia lalu mengangkat jaketnya ke atas kepalanya dan kepala Yeonrin berharap agar jaket itu bisa melindungi mereka.

Mereka berjalan menembus hujan malam itu. Yeonrin tidak tau kenapa kakinya bisa berjalan mengikuti setiap langkah laki-laki itu, sementara otaknya berteriak keras agar tidak memedulikan laki-laki itu lagi. Otak dan hatinya kini tidak sedang saling mendukung antara satu sama lain. Otaknya berkata seperti ini, tetapi hatinya berkata sebaliknya. Dan entah kenapa pada akhirnya, ia mengikuti kata hatinya.
“Sepertinya ini tidak berhasil.” Kata Donghae seraya tertawa kecil. Jaket itu ternyata tidak bisa melindungi mereka dari curahan air hujan. “Apa kau tidak apa-apa? Mau kembali menunggu di tempat tadi?” Tanya Donghae pada Yeonrin.
“Aniyo, gwaechana,” Yeonrin mencoba tersenyum.

CTAARR!

“AAHH!” suara petir spontan membuat Yeonrin berteriak keras. Donghae spontan memeluknya dan membiarkan jaket yang melindungi kepala mereka terlepas dari genggamannya. Donghae bisa merasakan badan Yeonrin yang gemetaran hebat. Untuk beberapa saat Yeonrin baru menyadari ia sedang berada dalam pelukan Donghae. (Sinetron abis ya? Author oon -.-) Saat Yeonrin berusaha melepaskan diri, tangan Donghae mencegah dan mempererat gadis itu masuk dalam pelukannya. Yeonrin tidak lagi memperdulikan keadaannya yang sudah basah di guyur hujan tanpa henti. Ia tidak bisa bersuara, tidak bisa bergerak, tidak bisa mengontrol detak jantungnya yang sedang berpacu ini. Ingin sekali ia mencubit pipinya memastikan apakah ini mimpi atau tidak.

“Sudah lama sekali. Aku ingin tau kenapa kau menjauhiku.” Suara Donghae bisa terdengar jelas di telinga Yeonrin. Membuatnya tidak dapat membendung air matanya lagi.
Donghae menempatkan dagunya di atas kepala Yeonrin, seakan tidak ingin melepaskan gadis itu lagi. “Jangan seperti ini lagi. Tetaplah bersamaku.” Sahutnya pelan dan pasti.
“Mwo?” Kali ini Yeonrin berusaha mengutaran semua kebingungan dan pertanyaan yang  memenuhi otaknya. “Jadi aku orang keberapa yang kau katakan seperti itu? Apa lagi? Kau ingin mengatakan kau bisa mati tanpaku, seperti yang dikatakan laki-laki kebanyakan yang hanya berbual saja?” Tuduhnya. Sebenarnya  tidak, Yeonrin tidak ingin berkata seperti itu. Apa ia kedengaran egois?
Kening Donghae mengkerut. Tapi kemudian ia hanya tersenyum dan menjawab, “sebenarnya susah bagiku untuk berkata manis seperti ini, jadi kau adalah yang pertama dan yang terakhir. Dan apa? Mati?” Donghae tertawa sebentar lalu melanjutkan, “Aku tidak akan mati, lihat? Sampai sekarang aku masih hidup.”
“Begitukah?”
“Hei, aku belum selesai. Begini, aku tidak akan mati tentu saja, hanya merasa salah. Yah, aku merasa ada yang salah. Entahlah, seperti yang harus kau tau. Aku sudah terbiasa melihatmu, sudah terbiasa bersamamu, dan…” Donghae berhenti sesaat dan menghela napas. “Mulai saat ini aku ingin terbiasa membahagiakanmu. Seperti sekarang ini, bertemu denganmu dan melihatmu, aku baru merasa hidup dengan benar. Begitulah. Bagaimana menurutmu? Kedengarannya aneh bukan? Aah! Aku memang bukan orang yang bisa berkata manis.” Jelas Donghae panjang lebar lalu di susul dengan tawa kecilnya.
Yeonrin tidak bersuara. Sementara itu hujan sudah mulai sedikit mereda. Hanya sedikit tetes-tetes air yang turun membasahi kota malam itu. Seketika saja tubuh Yeonrin merasa hangat dan aman setelah mendengar ucapan Donghae. Ia bahagia? Tentu saja! Setetes air mata jatuh dari matanya, kali ini bisa ia pastikan adalah air mata kebahagiaan.
“Yeonrin-a? kenapa diam? Kedengarannya sangat anehkah?” Donghae akhirnya melepaskan pelukannya. Ia menatap lurus ke arah Yeonrin seraya menunggu jawaban. “Yeonrin-a, bolehkah memberiku satu kesempatan lagi?”

Yeonrin tidak tau harus bagaimana menjawabnya. Entahlah, ia hanya terlalu bahagia. Semua kebingungan dan kekhawatiran hilang dari pundaknya dan ia merasa lebih ringan. Bagaimana sekarang setelah ini? Ia juga ingin mengatakan langsung bahwa laki-laki itu begitu berarti untuknya. Tapi bagaimana mengatakannya? Mungkin dengan terus bersamanya dan bersamanya.

(To you) Now there is no path for me to return, but looking at your happy face
I will still try to laugh since I was the one, without the strength to stop you 
What can I do about something that already ended? I’m just regretting after like the stupid fool I am
Rain always falls so it will repeat again. When it stops, that’s when I will stop as well
 *********************

-Yeonrin POV-

Sore ini hujan lagi. Tapi aku tidak menghiraukannya. Tidak lagi merasa risih dengan hujan ini. Karena dia berada di sampingku, Lee Donghae. Dia membiarkanku bersandar di bahunya. Bisakah aku menyebutnya Pangeran Hujan? Karena setiap hujan, ia selalu berada di sampingku menemaniku. Tapi di atas semua itu, aku senang aku bisa bersamanya sekarang.
Aku menghela napas pelan, memikirkan apa yang akan kami lakukan setelah ini. Minum teh bersama di teras sambil menyaksikan tetes hujan yang mulai mereda? Bercerita dan tertawa sepuasnya sampai lupa waktu? Tidur di bahunya seperti ini dan mendengar ucapan selamat malam darinya? Saat pagi tiba, bersepeda bersama di jalanan yang sepi? Setelah itu aku akan memasakannya sarapan dan ia memuji masakanku sangat enak sekali? Lalu kami akan pergi berbelanja bersama? Dan kemudian pulang dengan bis, di dalam bis ia membiarkanku tidur sejenak di bahunya seperti ini? Dan akan seperti itu seterusnya.
Aku menoleh memandangnya. Ia sedang tersenyum padaku, senyum yang sangat ku suka. Senyuman itu seakan mengiyakan semua khayalanku. Aku membalas senyumannya. Terkadang aku berpikir apakah senyumku adalah kesukaannya? Konyol sekali bukan. Tangannya mengelus rambutku pelan. Rasanya hangat sekali di bandingkan secangkir teh ataupun berada dalam berlapis-lapis selimut. Aku ingin seperti ini seterusnya. Tidak peduli itu hujan, panas, salju, atau apapun itu, aku ingin selalu berada bersamanya. Ingin selalu melihat senyumnya.

“Kenapa memandangku seperti itu?” Tanyanya.
“Aku tidak sedang memandangimu.” Elakku lagi. Kebiasaan sekali.
“Benarkah?” Ia tersenyum dan mengacak-ngacak rambutku. Tangannya kemudian merapikan poniku dan tiba-tiba saja ia mencium keningku.

Aku bahagia…bersamanya…

We were made for each other, out here forever, I know we were.

All I ever wanted was for you to know
Everything I'd do, I'd give my heart and soul
I can hardly breathe I need to feel you here with me…

THE END


Give your comment ^^
Author : Park Moonri

1 komentar:

  1. daisykm mengatakan...:

    HaeRin couple the best dahh :3
    wkkwkwkwk~

Posting Komentar