[DRAMA SCRIPT-1S] A LETTER FOR YOU

Rabu, 08 Agustus 2012



















A LETTER FOR YOU

Rating : General
Genre : Romance
Real Post : 01 August 2012 ----> Thank You on Facebook
Main Cast : Amie Arrieta, Jacey Dayleen.
Other Cast : Billy Lynford, Lynn, Marie, Tessa
Author : Moon ◕‿-
HAPPY READING ^^




Siang hari yang terik itu tidak berarti apa-apa bagi siswa-siswi  DL High School. Terlihat mereka sedang mengerumuni seorang gadis yang sedang memainkan gitar. Lantunan musik dari gitar yang di mainkan oleh seorang gadis itu mampu membuat orang yang mendengarnya ikut menggoyangkan kepalanya pelan mengikuti melodi lagunya.  Amie Arrieta, musisi muda yang merupakan siswi senior kelas tiga dengan kepopuleran yang tinggi di sekolah itu. Tidak hanya di bidang musik, prestasinya di sekolah ataupun di luar sekolah yang telah membuatnya menjadi siswi teladan yang di senangi baik di kalangan siswa ataupun guru. Siswa-siswi di sekolah itu berlomba-lomba menjadi teman dari gadis ramah yang murah senyum ini. Walaupun begitu, hanya ada satu teman terbaik baginya.

                “Suaramu bagus sekali, Amie..” Sahut Jacey dengan wajah yang riang setelah Amie menyelesaikan permainan gitarnya dan datang menghampirinya.
                “Aku merasa suaraku tadi sedikit parau.” Ujar Amie sambil menghela napasnya. Amie berpikir sejenak dan kemudian ia menatap Jacey, “Pasti karena aku lapar.” Katanya dengan senyum penuh harap pada Jacey.
                “Kau ini! Ayo kita makan!” Jacey mengangkat sebuah kantong yang berisi dua tempat makan. “Aku buatkan masakan yang enak hari ini.” Lanjutnya.
                “Jaceeyy, kau selalu yang terbaik!!” Sorak Amie.

Jacey Dayleen dan Amie sudah berteman sejak mereka kecil. Sampai sekarang mereka selalu menghabiskan waktu bersama, makan bersama, belajar bersama, jalan-jalan bersama dan lainnya. Tapi, berbeda dengan Amie. Jacey hanya seorang siswi biasa di sekolah itu. Walaupun begitu, ia sama sekali tidak mempermasalahkannya. Asalkan Ia dan Amie tetap berteman, itu sudah cukup untuknya. Hanya saja, lambat laun........semuanya berubah secara perlahan.

                “Amie...” Sahut seseorang dari belakang yang membuat Amie sekaligus Jacey menoleh ke arah panggilan tersebut. Itu suara Lynn yang sedang bersama dengan kedua temannya yang lain, Marie dan Tessa.
                “Amie, mau makan bersama dengan kami? Ada sesuatu yang menarik yang ingin kami sampaikan.” Sahut Lynn tanpa menghiraukan Jacey yang sedang bersama Amie.
                “Menyampaikan apa, Lynn?” Tanya Amie ragu.
                “Kita bicarakan sambil makan siang saja. Ayo!” Marie langsung menarik tangan Amie.
                Amie berusaha melepaskan tangannya. “Tapi aku mau makan dengan Jacey.” Sahutnya.
                Jacey sontak berkata, “Aku tidak apa-apa..” ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. “Mungkin sesuatu yang penting. Kau pergi makan saja dengan mereka.” lanjutnya.
                “Benarkah?” Tanya Amie.
Tanpa menunggu jawaban dari Jacey, Marie lagi-lagi langsung menarik lengan Amie. “Jacey sudah bilang tidak apa-apa. Ayo kita pergi.” Katanya dan mereka berjalan menjauh.
Jacey menghela napasnya ringan melihat Amie dan yang lain berjalan ke arah yang berlawanan. Dia sudah sering merasakan ini. Ia merasa orang-orang di sekolah itu selalu berusaha memisahkan mereka berdua. Awalnya ia tidak terlalu mempedulikannya karena Amie tetap membelanya, tetapi lama-kelamaan ia merasa sedikit risih dengan perlakuan mereka terhadapnya. Baru saja Jacey berbalik dan akan melanjutkan langkahnya, ia merasa seseorang menepuk bahunya.

                “Hey, jangan tinggalkan aku...” Sahut Amie yang muncul tiba-tiba.
               Alis Jacey terangkat. “Bukannya kau pergi bersama mereka?”
               “Tadi. Sekarang tidak.”
               “Tapi, bukannya ada sesuatu yang ingin mereka sampaikan?”
               “Itu kan bisa nanti. Sekarang yang lebih penting aku ingin makan makanan buatanmu. Ayoo!”

               Sementara dari kejauhan Lynn, Marie dan Tessa yang baru saja di tinggalkan oleh Amie melihat kedua orang itu dengan tatapan tidak senang.
               “Ck, selalu saja dengan gadis biasa itu.” Decak Marie.
               “Entahlah. Aku tidak mengerti apa bagusnya gadis itu.” Umpat Tessa.

***********************

                “Hai kak, aku Re.” Seorang siswi datang dengan membawa sebuah gitar menghampiri Amie yang sedang makan bersama Jacey dengan lahapnya. “Ada sesuatu yang ingin ku katakan.” Sahut Re.
                “Hai, Re! Ada apa?” Tanya Amie dengan mulutnya yang masih mengunyah. Sedangkan Jacey di sampingnya hanya diam melanjutkan kegiatan makannya.
                “Aku sangat suka dengan suara kakak dan permainan gitar kakak.”
                “Ah, begitukah? Terima kasih.”
                “Aku ingin meminta kakak mengajariku bermain gitar seperti kakak. Boleh?”
                “Aku? Boleh saja.” Amie terlihat ragu lalu ia melanjutkan, “Tapi tidak sekarang ya, Re! Aku sedang makan dengan temanku. Kau mau makan juga?” Tolak Amie halus kemudian ia menawarkan kotak makanannya ke arah Re.
                “Tidak. Eum, tapi kakak janji akan mengajariku kan?” Pinta Re lagi. Ia melirik ke arah Jacey untuk beberapa detik. Jacey menyadarinya dan tersenyum kaku.
                “Baiklah...” Amie tersenyum mengiyakan permintaan Re.
                “Terima kasih, kak. Sampai ketemu lagi.” Sahut Re dengan senyumannya lalu ia pergi.
                Amie menghela napas lalu ia kembali melanjutkan makannya. “Aku tidak pandai mengajari orang. Bagaimana ini?”
                “Lakukan saja sebisamu. Aku rasa dengan bermain gitar di depannya saja, dia sudah merasa senang bukan main.” Balas Jacey sambil tertawa kecil.
                “Hai, Amie!!” Sapa dua orang yang sedang berjalan melewati mereka sambil melambaikan tangannya.
                “Hai juga... Kalian tidak menyapa Jacey?” Tanya Amie yang langsung membuat Jacey menoleh kaget ke arahnya.
                “Oh, hai juga Jacey!” Salah seorang dari mereka menyapa Jacey dan seorang lagi hanya tersenyum.
                Jacey tersenyum kaku. “Ha-Hai...” Jacey membalas sapaan kedua orang itu kemudian mereka pergi.
                “Hey, aku pikir kau punya kekuatan manusia invisible? Orang-orang tidak bisa melihatmu. Tapi kurasa dengan suaraku aku bisa mematahkan kekuatanmu dan semua orang bisa melihatmu lagi. Ternyata kita berdua sama-sama hebat ya?” Sahut Amie panjang lebar sambil menyantap makanannya.
                Jacey kehilangan kata-katanya. Ia merasa sangat berterima kasih pada Amie yang begitu baik padanya. “Terima kasih...”
                “Apa?”
                Jacey terdiam sejenak. “Karena sudah menghabiskan masakanku.” Ujarnya sambil tersenyum lebar.
                “Kau ini.” Amie tertawa pelan. “Lain kali masak yang lebih banyak. Akan ku habiskan semua. Ok?” Amie melanjutkan tawanya sedangkan Jacey tersenyum. Ia bersyukur memiliki teman seperti Amie. Ia berharap selamanya akan seperti ini.

***********************

               “Jacey, tolong bawakan buku-buku yang ada di belakang kemari.” Pinta seorang guru sehabis usainya pelajaran dengan jari telunjuknya mengarah ke tumpukan buku di meja paling belakang.
               “Baik, bu.”
               Jacey bergegas mengambil tumpukan-tumpukan buku itu karena ia ingat setelah ini ia akan belajar bersama dengan Amie di rumahnya. Walaupun ia akui, tumpukan buku itu tidaklah ringan. Baru seperempat langkah ia berjalan, tiba-tiba seseorang datang dan mengambil sebagian buku yang ia bawa. Ah, Billy Lynford. Ia membantu membawa buku-buku itu ke depan. Jacey mengerutkan keningnya melihat Billy.
               “Dasar lamban.” Ujar Billy tiba-tiba yang datang menghampirinya lagi dan mengambil semua buku yang di bawa Jacey.
               “Apa?” Tanya Jacey memastikan pendengarannya dan tidak  mendapatkan jawaban dari Billy yang langsung kembali ke mejanya. Jacey semakin mengerutkan keningnya. Tetapi sedetik kemudian ia tersenyum tipis.
               Diam-diam, Amie melihat kejadian itu dari luar kelas sambil tersenyum geli.

***********************

                Sesuai janji, sepulang sekolah Jacey dan Amie akan belajar bersama di rumah Jacey. Kedua orang itu berjalan dengan langkah santai meninggalkan gedung sekolah. Amie terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ia menoleh ke arah Jacey dan menyipitkan mata menatapnya. Ia kembali mengingat kejadian yang ia lihat di kelas seusai pelajaran tadi. Ia kemudian kembali tersenyum geli.
                “Kenapa denganmu?” Jacey mengangkat alisnya.
                “Tidak ada apa-apa.” Jawab Amie kemudian berjalan lebih cepat dari Jacey dan tertawa kecil. “Aku mencium sesuatu yang mencurigakan.” Gumam Amie pelan lalu ia tertawa lagi. Jacey hanya menatap temannya itu dengan tatapan heran.
                “Hey! Tunggu!” sahut seseorang dari belakang dan membuat Amie dan Jacey berhenti.
                “Hai, Billy!” Sapa Amie yang berjalan mendekat kembali ke Jacey lalu menyenggol lengannya pelan.
                “Apa?” Tanya Jacey pada Amie. Sebagai jawaban, Amie hanya tersenyum.
                “Amie, aku baru tau kau mau masuk universitas yang sama denganku. Ini soal-soal yang baru aku dapat untukmu. Mungkin akan membantu untuk ujian masuk nanti.” Ujar Billy menyodorkan beberapa lembar kertas pada Amie.
                Amie menerimanya dan langsung membolak-balik lembaran kertas itu. “Sepertinya susah.”
                “Kalau ada yang tidak mengerti, kita bisa diskusikan bersama.” Ujar Billy lagi.
                “Baiklah. Terima kasih.”
                “Kalau begitu, aku duluan.” Sahut Billy dengan tersenyum tipis pada Amie. Ia menyapukan pandangannya ke arah Jacey untuk beberapa detik lalu berjalan pergi.
                Jacey hanya diam. Sesuatu mengganggu pikirannya.

***********************

               “Wah! Rasanya panas sekali di luar...” Amie langsung menjatuhkan dirinya ke sofa setelah sampai di rumah Jacey.
               “Aku buatkan minuman dingin dulu.” Jacey meletakkan tasnya di sofa dan langsung menyibukkan dirinya di dapur. Rumah Jacey kelihatan kosong sore itu. Pandangan Jacey tertuju pada semua kertas di atas meja makan.
               Ibu tidak bisa pulang sore ini. Ada pekerjaan tambahan. Kau bisa memanaskan makanan sendiri kan? Jaga rumah baik-baik.
               Jacey menghela napas. Tanpa di beritahu ia juga sudah tau. Ibunya jarang sekali berada di rumah. Kalau tidak karena alasan ada pekerjaan tambahan maka karena ada meeting mendadak. Ia sudah terbiasa sendiri di rumah. Untung saja terkadang Amie bermain ke rumahnya. Jacey meletakkan kertas itu ke meja dan melanjutkan kegiatannya membuat minuman.
               “Jacey...aku masuk kamarmu sebentar ya?” Sorak Amie.
               “Masuklah.”

               Selesai membuat minuman, ia kembali ke ruang tamu dengan membawa dua gelas minuman dan meletakkannya di atas meja.
               “Wah, apa ini?” Terdengar suara Amie dari dalam kamar. Mendengarnya, Jacey langsung bergegas menuju kamarnya dan melihat apa yang terjadi.
               “Ini buatanmu?” Tanya Amie pada Jacey yang baru masuk. Di tangan Amie tergenggam beberapa lembar kertas berisi tulisan-tulisan tidak beraturan.
               “Ah, itu...” Jacey berjalan masuk dan mengambil kertas itu dan Amie. “Hanya iseng saja. Jangan bilang-bilang ya.” Lanjutnya.
               “Itu lirik lagu bukan? Bagus sekali, Jacey!!”
               “Masa iya? Aku hanya sembarangan membuatnya.”
               “Tapi kalau di jadikan lagu akan bagus sekali, Jacey!”
               “Jangan di bahas lagi..! Ayo kita belajar!” Jacey menarik tangan Amie dan berjalan keluar kamar.
               “Jacey, liriknya bagus sekali...”
               “Tidak!”
               “Bagus.”
               “Tidaaakkk..”
               “Bagusss...”

***********************

                “Sejak kapan kau mulai menulis lirik-lirik itu?” Amie berjalan terbalik agar dapat menghadap pada Jacey untuk bertanya tentang penemuan lirik lagu semalam di rumah Jacey. Mereka berdua berjalan menuju kamar mandi yang terletak di sudut dalam  gedung.
                “Aku tidak ingin membahasnya. Anggap saja kau tidak pernah melihat lirik-lirik itu, Amie..”
                “Kenapa? Lirikmu itu bagus sekali..”
                “Walaupun bagus tapi mungkin orang-orang akan beranggapan...” Belum selesai Jacey berkata, Amie langsung memotong pembicaraannya.
                “Kau selalu memikirkan kata orang-orang. Kenapa kau harus takut dengan perkataan orang lain? Lagian yang kau buat itu kan sesuatu yang positif yang bagus, kenapa kau harus takut atau malu? Kalau memang bagus pasti semua orang akan menerimanya...” Jelas Amie panjang lebar tepat ketika mereka berada di depan kamar mandi yang mereka tuju.
                “Nanti saja kita lanjutkan...” Jacey tersenyum tipis lalu berjalan masuk ke dalam salah satu kamar mandi begitu pula dengan Amie yang masuk ke dalam kamar mandi sebelahnya.

                Disaat yang bersamaan, Lynn bersama Marie dan Tessa datang dari luar dan berdiri menunggu di depan kamar mandi tersebut.
                “Mau sampai kapan gadis biasa itu terus menempel dengan Amie?” sahut Tessa tiba-tiba.
                DEGG!! Amie dan Jacey yang tidak sengaja mendengarkan pembicaraan itu seketika membeku di tempat. Terlebih lagi Jacey.
                “Lagian kalau Amie berteman dengan kita, mungkin dia akan lebih senang. Bagaimana pun gadis itu tidak ada apa-apanya di banding kita ataupun Amie...” Ujar Marie.

                BRAK! Pintu kamar mandi terbuka dan Amie keluar perlahan menatap mereka.
                “A-Amie...” Ketiga orang itu terbata-bata tidak percaya dengan penglihatannya.
                “K-kau mendengarnya?” Tanya Lynn ragu.
                “Amie, kami tidak bermaksud...Lagian kami mengatakan sesuai kenyataan.” Tessa menyambung.
                “Tapi kenyataan yang sebenarnya, Jacey adalah sahabat terbaikku!” Bantah Amie.
                “Tapi...”
                “Aku mohon kalian jangan menjelek-jelekkan Jacey lagi.”
                Ketiga orang itu hanya mengangguk pelan dan tanpa aba-aba mereka langsung berlari keluar. Mereka sama sekali tidak menyangka Amie sedang berada di tempat yang sama dan mendengar pembicaraan mereka. Sedangkan Amie menunggu Jacey yang tak kunjung keluar. Ia merasa bersalah karena dirinya, Jacey selalu menjadi bahan olokan. Tapi beberapa saat kemudian, Jacey keluar sambil merapikan rambutnya. Ia tersenyum. Kening Amie berkerut.
                “Jacey kau baik-baik saja?” Tanya Amie.
                “Maksudmu? Tentu saja kau baik-baik saja.”
                “Eh, kau tidak mendengar sesuatu?”
                “Sesuatu? Apa?
                “Eh, pembicaraan beberapa orang.. Eh, tentang itu.. Aku... Eh...”
                “Aku mungkin membuka keran air terlalu deras jadi tidak mendengar apa-apa. Ayo kita kembali ke kelas, sudah hampir terlambat!” Jacey menarik tangan Amie yang masih berdiri dengan raut wajah kebingungan. Jacey mencoba tersenyum. Ya, ia tahu ia tidak mungkin marah dengan Amie atau semacamnya. Bagaimanapun Amie sudah membelanya dan menganggapnya sebagai sahabat terbaiknya. Dan Amie benar, ia tidak punya alasan untuk takut dengan kata-kata orang lain apabila ia melakukan sesuatu yang positif.
                “Bagaimana kalau nanti pulang kita makan di cafe?” Ajak Amie tiba-tiba. “Aku yang traktir?!” Sambungnya.
                Jacey berpikir sejenak. “Tentu saja aku tidak akan menolak...” Jawab Jacey singkat lalu ia tertawa.

***********************

               Jacey baru akan menyandang tasnya ketika ia merasakan ponselnya bergetar. Ada sebuah pesan masuk dari Amie. Jacey mengangkat alis. Kenapa Amie harus mengirimkan sebuah pesan lewat ponsel sementara ia bisa menyampaikannya langsung?
               Maaf, Jacey. Sepertinya hari ini tidak jadi ke cafe. Aku mendadak ada sesuatu yang penting di rumah jadi harus pulang cepat. Lain kali saja ya kita pergi ke cafenya. See you tomorrow ^^
               Jacey langsung menyimpan kembali ponselnya dalam kantongnya. “Sayang sekali. Lebih baik aku sendiri saja ke cafe.” Ujar Jacey pada dirinya sendiri. Ia kemudian menyandang tasnya dan berjalan ke luar kelas.

               Sesampainya di cafe yang ia tuju, Jacey berniat langsung menuju ke tempat yang biasa ia tempati bersama Amie. Tapi tiba-tiba langkah terhenti dan pandangannya tertuju pada sesuatu yang tidak ia duga. Amie dan Billy. Mereka sedang bersama duduk di meja ujung. Amie terlihat tertawa lepas dan Billy hanya menatap Amie. Jacey hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang ini.  ‘Aku mendadak ada sesuatu yang penting di rumah jadi harus pulang cepat.’ Sesuatu yang penting di rumah?  Apakah ini rumahmu sekarang? Jacey bertanya-tanya di dalam hatinya. Dengan langkah berat, ia langsung pergi meninggalkan cafe itu.

***********************

              Hari-hari berikutnya setelah itu, Jacey memutuskan untuk tidak terlalu dekat dengan Amie. Ia masih tidak menyangka. Amie bahkan lebih memilih bersama dirinya dibandingkan dengan teman yang lain. Tetapi sampai ke masalah laki-laki, Amie langsung mengabaikannya. Apa? Cemburu? Bukan begitu. Maksudnya, kalau memang Amie ada janji dengan laki-laki Amie bisa jujur bukan? Kenapa harus berbohong? Jacey memang tidak mempermasalahkan kalau Amie punya hubungan dengan Billy. Tapi, entahlah. Ada sedikit rasa yang menggebu-gebu di hatinya ketika melihat mereka berdua. Ah, sudahlah! Ia dan Billy tidak punya hubungan apa pun. Memang tidak ada. Hey, kenapa ia menjadi mempermasalahkan hubungannya dengan Billy? Yang terpenting masalahnya adalah Amie telah membohonginya.
              Tapi tunggu, memang dia siapa? Kenapa Amie harus melaporkan kalau dia ada kencan dengan laki-laki lain atau semacamnya? Dia bukan orangtua Amie. Amie punya hak untuk pergi dengan siapa saja. Tapi, kenapa harus membohonginya? Tapi? Tapi? AHH! Rasanya benar-benar membingungkan. Semakin di pikirkan semakin membuat kepalanya berputar-putar rasanya.
              “Jaceeyy...” Sorak Amie yang tiba-tiba muncul dari belakang Jacey. Jacey sontak tersadar dari lamunannya dan menoleh ke belakang.
              “Kau membuatku hampir jantungan, Amie!”
              Amie tertawa. “Maaf, maaf. Lagian kenapa kau melamun begitu?”
              “Hah? Apa? Aku? Aku tidak...” Jacey berhenti sejenak kemudian melanjutkan, “Aku lupa ada yang harus ku lakukan. Aku keluar dulu.” Jacey langsung beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Amie yang terlihat kebingungan dengan sikapnya. Entahlah, rasanya ia tidak sedang ingin berbicara dengan Amie. Tapi sampai kapan? Oh, Jacey tidak ingin memikirkannya lagi.

              Sama seperti hari itu, setiap hari Jacey semakin menjauhi Amie. Walaupun Amie selalu berusaha mengejarnya atau mencari kesempatan untuk mengajaknya bicara, Jacey hanya membalas dengan singkat dan datar. Terkadang Jacey merasa tidak enak. Tapi kemudian ketika ia melihat Amie, bayangannya dengan Billy ketika berada di cafe beberapa waktu kemarin kembali muncul. Hal itu membuatnya frustasi dan semakin kecewa.
Tapi suatu hari, ia tidak sengaja membentak Amie. Hari itu ketika sebelum berangkat ke sekolah, ia sedikit berdebat dengan ibunya di rumah. Sesampainya di sekolah, guru-guru pada hari itu juga tidak berhentinya memberi tugas. Dan tiba-tiba Amie datang dan mengajaknya berbicara tanpa berhenti.

              “...Kau mau pergi menemaniku? Nanti aku akan mentraktirmu makan enak. Lagian, akhir pekan ini kita kan sudah terbebas dari tugas-tugas dan kita bisa bersenang-senang dengan berbelanja, makan dan bermain. Sudah lama sekali semenjak kita naik kelas tiga kita tidak mendapatkan akhir pekan yang kosong. Hey, Jacey kenapa kau tidak menjawab?”
Jacey hanya melihat ke arah Amie untuk beberapa detik lalu kembali sibuk dengan kegiatannya.
              “Jacey kenapa denganmu? Kenapa akhir-akhir ini kau selalu diam dan tidak menjawab kalau aku bertanya? Kau ada masalah? Kalau begitu ceritakan padaku. Bukannya kita sudah janji kalau kita akan selalu berbagi cerita dan rahasia kita? Tenang saja aku akan menjaganya...” Ujar Amie lagi panjang lebar.
              ‘kita akan selalu berbagi cerita dan rahasia kita? Lalu apa yang aku lihat di cafe itu kemarin? Kenapa kau tidak menceritakannya?’ Jacey membatin dalam hatinya.
              “Jacey? Hoi, ada orang? Jacey? Amie kepada Jacey, Amie kepada Jacey ganti. Jacey Dayleen, Amie me...” Amie belum menyelesaikan kata-katanya ketika Jacey tersentak mengangkat kepalanya menoleh ke arah Amie.
              “Aku dengar Amie. Kau bisa diam sebentar? Kau tidak lihat aku sedang sibuk?” Jacey langsung membentak Amie dengan volume suaranya yang cukup keras. Cukup keras untuk mampu membuat Amie membelalakan matanya tidak percaya dengan pendengarannya sekarang.
              “Ja-Jacey...” Amie mulai terbata-bata.
              “Aku sedang tidak ingin bicara, mengerti?!” Ujar Jacey lalu ia langsung bangkit dari duduknya dan berjalan pergi. Amie tidak menoleh dan tidak bersuara.

***********************

             “Jacey, Jacey, tunggu!” Amie berlari mengejar Jacey yang baru saja berniat untuk menutup pintu pagarnya. Amie berhenti sejenak untuk mengatur napasnya. Hari ini ia sengaja membatalkan janjinya dengan Lynn untuk mengikuti Jacey ke rumahnya.
             “Ada apa?” Tanya Jacey dengan nada datar.
             Amie kemudian merogoh kantong rok sekolahnya dan mengeluarkan secarik surat. Ia menyodorkan surat itu ke Jacey. “Ini...”
             “Apa ini?”
             “Kau akan tau kalau kau sudah baca.”
             “Maksudnya?”
             “Sudah dulu ya. Aku tunggu balasanmu. Bye!” Tanpa menunggu jawaban dari Jacey, Amie melambaikan tangannya singkat dan langsung berlari pulang.
             “Apa ini?” Jacey melihat depan dan belakang cover surat itu yang berwarna putih. Ia sepertinya tidak tertarik dan langsung menyimpannya di kantong rok sekolahnya lalu menutup pagar. Ketika ia masuk ke pintu rumah dan baru akan menutup pintu itu...

AAAAAHHHH!!
CKIIIIITTTTT!
BRAAK!!

Suara Amie. Jantung Jacey berdetak dua kali lipat lebih kencang. Tidak... dia mungkin salah dengar.
“Ada anak gadis yang tertabrak...”
“Cepat selamatkan dia...”
“Panggil ambulans...”
Tidak... Tidak mungkin... Amie... Tidak! TIDAAKK!!!

***********************

            Suasana sekolah pagi itu berubah drastis tidak seperti biasanya. Semuanya terlihat diam bahkan ada yang menangis kecil. Jacey seakan tidak ingin menapakkan kakinya di sekolah itu. Tidak setelah Amie pergi. Amie, benar-benar pergi. Pandangan Jacey kosong saat ia mulai memberanikan diri berjalan menulusuri lorong sekolah. Ia tidak ingin mendengar suara apa pun, tidak ingin berbicara dengan siapa pun dan tidak ingin melakukan apa pun.
Selangkah sebelum ia memasuki ruang kelasnya, Jacey menarik napas panjang. Ia terlihat ragu. Tidak, lebih tepatnya takut. Tapi beberapa detik kemudian ia melangkah masuk ke dalam kelas dan langsung mengambil tepat duduknya di barisan depan. Ia bisa mendengar suara tangis teman sekelasnya. Ah, kenapa ia masih tidak menangis seperti teman-temannya? Kenapa ia hanya diam? Tangannya bergetar hebat.

            “Kenapa harus Amie?” Terdengar Tessa sedang menangis seperti tidak bisa menerima kenyataan. Marie disampingnya terus mencoba menenangkan Tessa sedangkan Lynn hanya diam. Suasana kelas benar-benar tidak terkendali.
            Tessa kembali berteriak histeris, “Kenapa ia harus pergi ke rumah gadis itu?”
            DEG!! Tanpa sadar Jacey menahan napasnya untuk beberapa saat. Kata-kata yang begitu kuat sampai membuat otaknya berhenti bekerja untuk sesaat. Benar yang Tessa katakan, kenapa harus saat Amie pergi ke rumahnya? Apa itu berarti semua adalah salahnya? Tangannya semakin bergetar.
            “Sudah, Tessa...” Marie menepuk-nepuk bahu Tessa pelan walaupun raut wajah sedih jelas tersirat di wajah Marie.
            “Kalau bukan karena pergi ke rumah gadis itu, Amie sekarang masih hidup!!” Teriak Tessa kembali.
            Masih hidup. Masih hidup. Kata-kata itu terngiang di telinga Jacey. Benar. Kenapa Amie harus ke rumahnya? Kalau Amie tidak mengikutinya, Amie masih hidup sampai detik ini. Kenapa? Tapi tiba-tiba lamunannya buyar ketika Lynn menghampirinya dan langsung memukul meja di depannya.

            “Kau...Apa ini tujuanmu?” Tuduh Lynn. “Kau senang? Kenapa? Kau iri dengan Amie? Kau membencinya? Apa sekarang kau sudah merasa lega?” Lynn terus menuduhnya tanpa sebab.
            “Lynn, hentikan...” Terdengar suara Billy dari belakang. Sepertinya ia sedang mencoba membela Jacey.
            “Kenapa diam? Jawab!” Teriak Lynn dengan volume suara yang lebih keras.
            Jacey tidak menjawab. Melainkan ia langsung berdiri dan berlari keluar kelas. Jacey berusaha mencari tempat dimana ia bisa sendiri. Dimana tidak ada orang yang akan menyalahkannya seperti tadi. Kakinya membawanya kelantai teratas gedung. Ia berhenti berlari dan berjalan pelan mendekati ujung dari atap gedung. Entah apa yang merasukinya saat itu.

Benar. Semua salahku. Kalau saja Amie tidak mengikutinya.
Aku...
Apa sebaiknya aku menggantikan Amie? Lagipula aku bukan siapa-siapa disini.

            Kakinya semakin mengiringnya mendekat ke ujung. Sekarang ia telah dapat melihat ke bawah. Kosong dan tinggi. Tangannya masih bergetar. Ia mencoba melompat tapi keberaniannya menghilang entah kemana.

Aku...
Amie, kenapa kau meninggalkanku...

            Jacey terduduk di lantai. Pandangannya kosong. Tiba-tiba ia teringat dengan surat yang di berikan oleh Amie kepadanya. Ia mengambil surat itu dan membukanya.

Jacey, ini aku sahabatmu.
Aku ingin minta maaf sekaligus ingin bertanya.

Aku tidak tau apa yang sedang menimpamu sekarang. Mungkin kau belum ingin menceritakannya padaku. Tapi, kalau kau membutuhkan seseorang, aku akan langsung datang padamu. Ingat itu ya ^^

Dan aku minta maaf... Aku membohongimu kemarin. Sebenarnya hari saat aku bilang aku ada urusan di rumah, itu bohong. Aku pergi menemui  Billy. Maaf Jacey. Habis, aku sudah sangat penasaran dengan sesuatu. Dan sekarang rasa penasaranku terjawab.

Billy itu menyukaimu ternyata, Jacey...

Aku senang sekali mendengar pengakuannya. Kenapa? Karena ada orang lain yang menyadari kebaikanmu selain aku. Orang-orang selama ini tidak bisa melihat kalau Jacey itu adalah orang yang paling baik di dunia. Jacey yang selalu menemaniku, selalu mendengarkanku, selalu membantuku dan selalu mendukungku...Jacey yang sebaik itu dan akhirnya ada orang yang menyadarinya, aku sangat senang.
Billy itu sangat baik dan perhatian loh... Aku berharap Billy bisa lebih memperhatikanmu. Karena aku tau Jacey selalu merasa kesepian. Mulai sekarang, aku berharap Jacey mau lebih terbuka. Jacey, aku sangat berharap kau bisa hidup lebih bahagia dari yang sekarang...

Tapi Jacey, maukah kau berjanji satu hal untukku? Walaupun kau bahagia dengan Billy, tetap jadi temanku ya? Karena bagiku, Jacey adalah satu-satunya teman terbaik-baik-baik-baikku. Aku akan selalu ada untuk Jacey, karena kita sudah menjadi untuk menjadi teman selamanya... selamanya!! Janji? ^^
            Jacey menangis. Air mata yang sudah di tahannya selama ini. Di saat itu ia sudah tidak punya kekuatan untuk menahan air mata itu lebih lama lagi.
            “Amie...” Suaranya bergetar. “Amie....”

Harusnya aku bertanya padamu, Amie.. Harusnya aku tidak memperlakukanmu seperti itu.. Harusnya aku tidak berpikiran jahat padamu, Amie.. Amie, maafkan aku..

***********************

           Jacey melangkahkan kakinya perlahan sesampainya ia di sebuah padang hijau yang cukup luas. Ia sendirian di sana. Tapi dulu, ia selalu datang ke tempat ini bersama Amie. Dulu, ia dan Amie selalu menulis-nulis harapan kecil mereka di sebuah daun dan menanamnya. Dulu, mereka membuat janji untuk selalu berteman bahkan sampai tua di tempat ini. Detik itu juga, Jacey merindukan sahabatnya itu. Detik itu pun, ia berharap ia datang ke tempat ini bersama Amie.
           “Amie...”
           Jacey terduduk. Tangannya mengambil sebuah batang kayu kecil di dekatnya dan menggali lubang kecil di tanah. Setelah menggali tidak cukup lama, Jacey sudah dapat melihat banyak daun yang bertuliskan harapan-harapannya dengan Amie. Ia mengambil semua daun itu keluar dan mulai membacanya satu per satu. Lalu tiba-tiba ia mengeluarkan secarik kertas dan pena dari dalam kantongnya dan mulai menulis sesuatu.

Amie...
Hari ini aku datang kemari. Tapi aku hanya sendiri...

Amie, apa kau sedang melihatku?
Aku sangat berharap kau ada disini bersamaku. Rasanya aku tidak dapat melalui semua ini sendiri. Sepertinya semua orang membenciku. Aku harus bagaimana, Amie?

Aku minta maaf. Aku sudah membentakmu. Aku tidak pernah menyangka kau ternyata sangat memperhatikanku. Aku tidak mengerti kenapa orang sebaik Amie harus pergi sangat cepat?  Bagaimana dengan janji kita untuk tetap berteman sampai tua?  

Aku...semakin takut dengan perkataan orang-orang. Tidak ada Amie lagi yang akan membelaku dan mendukungku. Tidak ada lagi Amie yang akan mendengarkan semua ceritaku dari pagi hingga malam. Tidak ada lagi suara Amie saat bernyanyi yang sangat aku sukai. Tidak ada lagi Amie yang akan menghabiskan masakanku. Amie, aku sekarang harus bagaimana? Sendiri itu menakutkan bagiku...

Ada banyak sekali yang ingin ku katakan padamu Amie... Tapi yang bisa ku sampaikan sekarang adalah terima kasih kau sudah mau menjadi temanku. Bahkan ketika lebih banyak orang di luar sana yang lebih baik, kau tetap mau menjadi temanku. Buatku, Amie adalah teman yang paling penting. Aku sangat berterima kasih...
Amie, kau pasti akan terus melihatku dari sana ‘kan? Karena janjiku padamu sekarang adalah aku akan hidup lebih baik. Aku akan menemukan kebahagiaan dalam hidupku dengan usahaku sendiri. Seperti yang kau harapkan...

Selamat jalan, sahabatku...
           Air mata Jacey mengalir tanpa bisa ia hentikan. Jacey melipat kertas itu menjadi kecil dan mengubur kertas itu bersama daun-daun yang lain.

*FLASHBACK*

           “Hey, apa itu yang kau tulis?” Tanya Amie yang berusaha mengintip tulisan di daun yang di pegang oleh Jacey. Mereka duduk bersebelahan di atas padang hijau sore hari itu dengan sebuah daun dan pena masing-masing di tangan mereka.
           “Menemukan pasangan hidup...” Amie membaca kata-kata yang bisa ia lihat.
           “Amie...Jangan di baca!!” Sorak Jacey yang kemudian menutup daun itu dengan kedua tangannya.
           “Ternyata Jacey berpikir sampai ke situ ya... Kau ingin mencari pasangan hidup yang seperti apa?” Tanya Amie dan tidak mendapat jawaban dari Jacey. “Kalau aku, seseorang yang tampan dan menyukai musik juga sama sepertiku...” Amie tertawa geli. “Kau bagaiamana?”
           “Aku ingin seseorang yang mau menemaniku dan selalu bisa mendengarkanku tanpa mengeluh...Aku juga berharap orang itu bisa memasak, jadi kami nantinya akan selalu memasak bersama untuk anak-anak kami.”
           “Waahh...”
           “Kenapa? Lucu sekali ya?”
           “Tidak... Aku hanya tidak kepikiran bagaimana kalau sudah punya anak nantinya. Pasti repot sekali.”
           “Entahlah... Anak-anak itu saat masih kecil mungkin lucu sekali. Tapi saat mereka sudah besar mungkin mereka sudah bisa mulai membantah.” Jacey menghela napas.
           “Hey!” Seru Amie tiba-tiba. “Bagaimana kalau anakku perempuan dan kau punya anak laki-laki atau sebaliknya, kita menjodohkan mereka? Dengan begitu kita akan menjadi besan! Bagaimana?”
           “Setuju!!”
           “Jadi kita bisa berteman sampai dewasa bahkan sampai tua nanti...”
           “Kedengarannya menyenangkan...”
           “Kalau begitu kita sudah janji ya!”
           Jacey mengangguk pasti. Mereka berdua saling mengaitkan jari kelingking mereka lalu mereka menulis sesuatu di atas daun yang mereka pegang. Setelah itu mereka menguburnya bersama. Semua janji yang tidak mungkin di lupakan.
‘Harapan : untuk berteman dengan Amie selamanya.’

‘Harapan : Aku dan Jacey akan menjadi teman selamanya.’

*FLASHBACK END*

***********************

Lima tahun berlalu...

          Seorang gadis sedang menyesap teh panasnya sambil membaca sebuah majalah edisi terbaru bulan itu. Di salah satu lembar majalah itu, terpampang foto seorang gadis yang sama dengan wajah gadis yang sedang memegang majalah itu. Artikel di majalah yang di baca gadis itu sekarang sedang membahas tentang dirinya.

JACEY DAYLEEN, PENULIS LIRIK MUDA DENGAN KARYA-KARYANYA YANG MENGESANKAN
  • Mendapat inspirasi dari teman terbaiknya 
          Gadis itu kemudian dengan sekali hentakan ia merobek halaman artikel tersebut dan memasukannya ke dalam tasnya. Kemudian ia meninggalkan tempatnya beserta majalahnya itu di meja. Gadis itu tampak terburu-buru untuk pergi ke suatu tempat.
          Sepuluh menit kemudian gadis itu telah sampai di tempat tujuannya. Hamparan padang hijau yang luas dan terlihat sepi. Di tangannya, ia menggenggam robekan halaman majalah dan secarik foto.
Gadis itu duduk. Ia menyibakkan rambutnya yang terkena sapuan angin dan kemudian tangannya meraih sebuah kayu kecil. Ia menggali tanah yang ada di depannya. Setelah terlihat selembar kertas dan beberapa dedaunan di dalam tanah itu, ia menghentikan kegiatannya. Robekan halaman majalah itu ia lipat kecil lalu ia kuburkan dalam tanah itu bersama dengan kertas dan daun yang lain.
          Ia kemudian bangkit dari duduknya. Di angkatnya selembar foto itu ke atas. Di foto itu, dua orang gadis sedang tersenyum lebar menghadap kamera. Dan di balik foto, tertulis sahabat untuk selamanya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam. Tapi perlahan, air matanya mengalir di pipinya.
          “Amie...” Gadis itu bersuara. Tangannya menghapus air matanya yang jatuh dan kembali tersenyum. “Terima kasih...”

Aku berharap kau bahagia disana. Karena sekarang aku sudah menepati janjiku untuk hidup lebih baik.Terima kasih.


********THE END********




Give your comment ^^
Author : Park Moonri



1 komentar:

Posting Komentar