[SONG-FIC] LIVE YOUR LIFE WITHOUT ME

Sabtu, 14 Januari 2012
LIVE YOUR LIFE WITHOUT ME

Rating : General
Genre : [song-fic] Sad-romance
Real Post : 14 January 2012 ---> Live Your Life Without Me
Author : Moon ◕‿-
HAPPY READING ^^



Hai, readers. Ini Song-fic dadakan banget loh buatnya untuk keadaan super duper darurat. Sekitar tiga jam gitu baru jadi, jadinya kalimatnya gaje-amburadul-acakan gitudah. Tapi story-line is originally from my own mind.Trus ceritanya gw buat langsung ke inti, uda tuh cast-nya sembarangan buat, soalnya seperti yg di bilang tadi, ini keadaan DARURAT! TIT TUT TIT TUT (?) Tapi yang paling penting tuh, ntar di bawah ceritanya ada pertanyaan. Kalo udah selesai baca tolong di jawab ya readers, pleaseeee... *sogok pake laki masing2*
btw, kangen ndak sama author sotoy satu nih? /jedeerr
okeh, CHECK IT OUT ^^v

***************************

13 September 2011

Pagi hari yang cerah itu, Jessie berjalan dengan langkah santai bersama kedua temannya. Sesekali mereka bergurau dan tertawa kecil di tengah perjalanan mereka kembali ke rumah masing-masing. Tapi di saat itu, tiba-tiba saja Jessie menghentikan langkahnya. Ia merasa sesuatu atau lebih tepat di sebut seseorang mengikuti mereka.

“Kenapa berhenti?” Tanya seorang temannya.
“Eh...” Meskipun feeling Jessie kuat mengatakan ada yang mengikuti mereka, tetapi ia tidak ingin teman-temannya mengetahui itu. “Sepertinya aku melupakan sesuatu.” Ujarnya
“Apa? Kenapa kau pucat tiba-tiba?” seorang temannya lagi bertanya.
“Pucat? Ah tidak, aku hanya melupakan sesuatu yang penting. Sebaiknya kalian pulang dulu.” Jawab Jessie lagi.
“Ah, begitu? Baiklah, kami jalan dulu.” Kedua temannya itu melambaikan tangan padanya dan Jessie berusaha tersenyum dan membalas lambaian mereka. Setelah temannya itu berjalan menjauh, Jessie menarik nafas panjang. Ia tahu ia harus waspada.

Dua meter di belakang...
Seorang perempuan dan dua orang laki-laki dengan pakaian hitam memerhatikan situasi yang di depan mereka. Gadis incaran mereka itu tepat berdiri tidak jauh dari mereka. Mereka sudah siap jika sewaktu-waktu ‘mangsa’ mereka itu melarikan diri.

Jessie mulai memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya. Ia berjalan dengan gugup. Tiga orang berbaju hitam itu juga berjalan mengikuti Jessie tidak jauh di belakang. Jessie mengepal tangannya kuat, rasa takutnya semakin menjadi-jadi. Tanpa ia sadari langkahnya menjadi lebih cepat dari semula. Semakin lama semakin cepat sampai Jessie memutuskan untuk berlari. Tiga orang berbaju hitam di belakangnya pun tidak ingin kehilangan ‘mangsa’-nya lagi. Mereka berlari mengejar Jessie. Jessie semakin berlari tanpa arah. Ia tidak berani menoleh ke belakang dan juga tidak terpikirkan olehnya untuk berteriak. Yang ia tahu ia hanya harus lari dan lari sejauh-jauhnya. Saat membelok ke sebuah jalan kecil, kakinya yang mulai lelah berlari tersandung lubang kecil dan ia terjatuh. Dengan cepat ia berusaha bangun lagi, tapi kakinya terasa sakit. Tiba-tiba saja ia merasa tangannya di tarik oleh seseorang.

“Cepat lari...” Ujar seorang laki-laki yang membantunya bangun dan menariknya untuk berlari kembali. Walaupun sakit di kakinya terasa sangat kuat, tetapi Jessie memaksa untuk lari sementara tiga orang berbaju hitam itu semakin mendekat. Di jalanan yang kecil itu terdapat banyak lubang sehingga mereka bukan hanya harus berlari dengan cepat, tetapi juga hati-hati kalau tidak mau terjatuh untuk kedua kalinya. Melihat Jessie yang sudah hampir kehabisan tenaga, laki-laki itu menoleh ke samping kiri-kanan mencari tempat untuk bersembunyi. Dengan cepat, laki-laki itu menarik Jessie ke belakang kardus bekas dan berjongkok. Jantung Jessie seakan berhenti sedetik saat melihat orang-orang yang berbaju hitam itu berlari melewati tempat persembunyian mereka. setelah merasa telah aman, laki-laki itu berdiri dan membantu Jessie berdiri.

“Ikut aku. Lukamu harus di obati.” Ujar laki-laki itu. Jessie terlihat ragu untuk mengikuti orang yang tidak di kenalnya walaupun orang ini telah membantunya.
“Sebenarnya ujung jalan ini buntu. Orang-orang yang mengejarmu tadi bisa saja kembali kesini lagi dan menemukanmu. Kau mau begitu?”
Mata Jessie membesar mendengar ucapan laki-laki itu. Ia menghela napasnya berat dan berkata, “baiklah...”

***************************

Tempat yang Jessie masuki terlihat seperti gudang bekas yang di sulap menjadi tempat tinggal sederhana. Ia melihat laki-laki itu masuk terlebih dahulu dan mencari sesuatu di dalam lemari. Beberapa detik kemudian, ia kembali dengan kotak P3K di tangannya.

“Biar ku lihat lukamu.” Laki-laki itu menarik Jessie untuk duduk di sebuah sofa bekas yang terletak tidak jauh dari pintu masuk. Setelah selesai mengobati luka itu, laki-laki itu berjalan ke lemari untuk menyimpan kotak P3K itu.
Jessie mengedarkan pandangannya menyapu ke setiap sudut ruangan itu. Setelah di amati lebih baik, walaupun tempat ini seperti ruang bekas tetapi tempat ini termasuk bersih. Ia melihat laki-laki yang menolongnya itu membawakan segelas air untuknya. Ia memang haus sehabis berlari.
“Terima kasih....”
“Ron.”
“Apa?”
“Aku Ron.”
“Ah, Terima kasih Ron.”
“Kau bisa berada di sini sampai semuanya selesai.”
“Apa?”
“Kau membutuhkan tempat yang aman untuk terhindar dari orang-orang itu.”
Jessie mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti, siapa dan darimana orang ini tau tentangnya. Tetapi ia berusaha menyunggingkan senyuman. Setidaknya ia tau laki-laki itu sedang berusaha menolongnya.

***************************

Di hari berikutnya,


“Kalian temannya bukan?” Salah seorang dari orang-orang berbaju hitam itu menahan langkah kedua teman Jessie. Kedua temannya itu terkejut dengan kedatangan orang-orang yang tidak mereka kenal dan terlihat menakutkan.
“Si-Siapa?”
“Jessie. Dia teman kalian?”
“I-iya...”
“Di mana dia sekarang?”
Kedua perempuan itu salah melihat satu sama lain. Terakhir mereka bersama yaitu kemarin saat pulang dari berbelanja. Hari ini mereka belum bertemu dengan Jessie.
“Kami tidak tau.”
“BAGAIMANA BISA TIDAK TAU?” bentak orang yang berbaju hitam itu membuat kedua perempuan itu semakin ketakutan.
“Sudahlah...mereka hanya teman gadis itu, bukan orang tuanya. Ayo kita pergi.” Ujar perempuan yang mengenakan baju hitam itu. Sepertinya ia adalah pimpinan mereka. Tanpa menghabiskan waktu lebih lama, ketiga orang itu meninggalkan teman Jessie yang masih ketakutan.

***************************

Seminggu berlalu.  Jessie terlihat lebih santai dan bahkan ia mulai bercanda dengan Ron. Untuk sejenak Jessie melupakan masalahnya. Ia menghabiskan waktunya di tempat itu dengan tertawa, bercerita panjang lebar dan bahkan seperti hari ini, memasak makanan. Karena terlalu lelah, Jessie tertidur lelap di sofa.
Ron berjalan menjauh. Ia mengambil ponselnya dan menekan beberapa digit nomor dan kemudian menempelkan ponselnya di telinganya. Setelah beberapa detik nada sambungan, suara seorang perempuan terdengar di sebrang telepon. Ia sedang berbicara dengan pimpinan orang berbaju hitam itu...

***************************

24 September 2011


Ron memutuskan untuk mengajak Jessie berjalan keluar mencari udara segar. Hanya berada di dalam tempat tinggalnya juga bukan yang terbaik. Ron berencana hanya berjalan-jalan sebentar demi keamanan. Tetapi hal yang tidak terduga terjadi. Ron melihat orang-orang berbaju hitam itu berdiri tidak jauh menatap mereka. sepertinya Jessie juga sudah menyadarinya. Tanpa aba-aba, kedua orang itu kembali berlari di susul oleh kawanan baju hitam itu. Dewi keberuntungan sedang tidak bersama mereka. Jalan yang mereka tempuh ternyata buntu. Kedua orang itu berdiri terdiam sementara orang yang mengejar mereka telah berada di belakang.

“Mau kemana?” Pimpinan baju hitam ini tersenyum sinis melihat mangsa mereka telah berada dalam perangkap.
Ron tiba-tiba mengambil tempat di depan Jessie. “Coba saja kalau kau berani menyakitinya.”
Mendengar ancaman kosong Ron, ketiga orang itu hanya tertawa kecil.
“Pernah dengar pepatah sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui? Kami bukan hanya mendapatkan target kami, tetapi juga seorang pengkhianat.” Pimpinan orang hitam itu tertawa kecil lalu melanjutkan ucapannya. “Hei, nona. Kau mungkin tidak mengira laki-laki yang sedang melindungimu itu adalah salah-satu dari kami.”
“TUTUP MULUTMU!” Bentak Ron.
“A-Apa?”
Ron berbalik ke belakang menghadap Jessie. Ia tidak tau harus mengatakan apa. Jessie hanya diam dan masih tidak mempercayai apa yang baru di dengarnya. Ia mendongakan kepalanya menatap Ron. Sedikit penyesalan dan kekecewaan ia rasakan.

Sementara itu, pimpinan orang itu menggerakan tangannya memberikan aba-aba. Dua orang laki-laki di belakangnya maju. Sementara Jessie dan Ron yang masih terdiam tanpa bisa mengatakan apapun yang sebenarnya ingin mereka katakan, dua orang laki-laki berbaju hitam itu mengambil kesempatan. Seseorang dari mereka memukul Ron dari belakang sementar yang satunya lagi menarik tangan Jessie paksa. Jessie sepertinya tidak dapat menolak. Pandangannya kosong dan otaknya tidak dapat bekerja dengan benar. Orang berbaju hitam itu membawanya berdiri di belakang pimpinannya seraya menahan tangannya agar tidak memberontak.
Ron tersungkur di tanah. Orang yang memukulnya tadi masih belum berhenti. Ia menjambak rambut Ron dan membuat kepala Ron mendongak ke atas. Ron tidak bisa melawan, di kepalanya sekarang seluruh rasa bersalah menyelimutinya. Rasa bersalah karena tidak menjelaskan dari awal. Rasa bersalah karena membiarkan gadis itu terlibat lebih dalam. Rasa bersalah karena membiarkan gadis itu bertemu dengan orang yang membawakan masalah ke dalam hidupnya seperti dirinya.

“Kau tau teman? Tidak ada pengkhianat yang boleh hidup.” Sahut orang berbaju hitam itu lalu melayangkan kepalan tangannya ke pipi kanan Ron. Sekali lagi Ron tersungkur di atas tanah.
Orang itu kembali menarik kerah baju Ron dan berkata, “kenapa tidak melawan, teman? Ternyata kau bukan hanya seorang pengkhianat, tapi juga pengecut.” Tepat sebuah tinjuan kembali melayang ke pipinya. Orang berbaju hitam itu memaksa Ron bangun lalu tanpa ragu perut Ron menjadi sasaran kepalan tangannya. Ron hanya pasrah menerima pukulan demi pukulan yang ia anggap sebagai hukuman atas kesalahannya pada gadis itu. Keadaannya sudah babak belur sekarang tapi ia masih tidak melawan.

“Hentikan!” Perintah sang pimpinan.
Orang berbaju hitam itu menghentikan pukulannya dan langsung menjatuhkan Ron dengan keras di tanah. Ia sekejap merapikan bajunya lalu melangkah mendekati pimpinannya.
“Aku mulai bosan. Sebaiknya langsung kita akhiri saja semuanya.” Ujar pimpinan itu dan tangannya memberikan kode lagi pada orang berbaju hitam di sampingnya yang sedang menahan Jessie. Orang itu mengangguk dan menyerahkan Jessie pada teman sebelahnya. Tangannya kemudian merogoh saku celannya dan meraih sebuah pistol. Seketika itu, Jessie tersadar dari lamunannya dan melihat pistol yang sedang di arahkan pada Ron yang telah babak belur di depan mereka.

Tidak. Tidak. Jessie berteriak dalam hatinya.

Bersamaan dengan tangan orang berbaju hitam itu menembakkan pistolnya, Jessie melepaskan tangannya dari orang yang menahannya dan berlari tepat ke depan Ron yang terduduk tanpa dapat melakukan apapun. Mata Jessie membesar. Tapi sedetik kemudian ia tersenyum pucat. Peluru itu mengenai punggung kirinya. Sesuatu yang tidak di sangka oleh kawanan baju hitam itu.
Badan Jessie bergemetar hebat. Ron saat itu juga langsung menggenggam kedua bahu gadis di depannya. Ia berharap itu hanya mimpi. Gadis itu tidak benar-benar sedang mengorbankan nyawanya untuknya. Tapi semuanya terjadi begitu cepat.
“Maaf...” Satu kata yang keluar dari mulut Jessie sebelum ia menutup mata selamanya...
Ron membelalakkan matanya. Ia mengguncangkan badan Jessie tapi gadis itu tetap diam. Gadis itu tetap tidak membuka matanya. Gadis itu tetap tidak kembali.
“TIDAAAAAAAAKK!!!!”


Seketika itu juga, angin bertiup begitu kencang. Begitu kencang sampai menarik semuanya. Semuanya berbalik. Semuanya kembali. Semuanya berputar. Semuanya terulang. Waktu berputar berbalik. Semuanya terulang dari awal......

***************************

21 Juni 2009


Seorang gadis sedang menyusuri setiap rak buku yang ada di dalam perpustakaan untuk mencari buku yang ia cari. Di tangannya sekarang sudah ada dua buku dan ia hanya membutuhkan satu buku lagi. Tangannya berhenti di satu buku. Itu buku yang ia cari. Saat tangannya bergerak mengambil buku itu, sebuah tangan yang lain juga melakukan hal yang sama. Gadis itu menoleh ke samping dan mendapati seorang laki-laki juga menginginkan buku yang sama. Untuk beberapa saat, gadis itu merasakan sesuatu saat melihat laki-laki di depannya. Keningnya berkerut samar. Laki-laki di depannya itu seperti tidak asing.
Laki-laki itu kemudian menarik tangannya dari buku itu. “Kau duluan.” Ujarnya singkat. Laki-laki itu lalu berjalan melewatinya. Dengan cepat gadis itu berbalik melihat punggung laki-laki itu yang berjalan menjauh. Gadis itu sedang mengingat-ingat apakah ia pernah bertemu dengan laki-laki itu di suatu tempat. Tapi pada akhirnya ia menyerah karena tidak mengingat apapun. Ia mengangkat bahunya lalu berjalan berlawanan arah dari laki-laki itu.

Laki-laki itu menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan melihat gadis itu telah beranjak dari tempatnya berdiri tadi. Matanya tidak lepas dari punggung gadis itu hingga ia berjalan keluar dari perpustakaan. Hanya itu yang dapat di lakukannya. Hanya itu.


***************************

Ron berjalan menjauh. Ia mengambil ponselnya dan menekan beberapa digit nomor dan kemudian menempelkan ponselnya di telinganya. Setelah beberapa detik nada sambungan, suara seorang perempuan terdengar di sebrang telepon. Ia sedang berbicara dengan pimpinan orang berbaju hitam itu...
“sebaiknya kau berhenti mengejar gadis itu...” Ucap Ron dengan tegas
“kenapa tiba-tiba kau...”
Ron memotong pembicaraan. “Lepaskan saja gadis itu.”
“Kau bercanda? Bukankah kita sudah sepakat?” ujar perempuan baju hitam di sebrang telepon.
“Aku tidak pernah menyepakati apapun. Lupakan saja rencana ini.”
“Pengkhianat. Tidak! Kami tidak akan berhenti!”
“Kenapa harus gadis itu?”
“Kami akan dapatkan gadis itu. Dan kau, kau lihat saja apa yang akan kami lakukan pada seorang pengkhianat sepertimu.”
“Lakukan apa saja asal kau tidak menyentuh gadis itu!” Ron kemudian mematikan teleponnya.
Ia menghela napas dan menaruh ponsel itu di atas meja kembali. Dengan langkah gontai, ia berjalan ke arah gadis itu yang sedang tertidur dan menatapnya sejenak.
“Hiduplah dengan tenang......”



THE END


gimana readers-ku tersayang (?) berantakan kan? semoga kalau ada waktu, gw perbaiki. soalnya sekarang bener-bener darurat. gini ceritanya, sebenarnya ini cerita tuh untuk konsep MUSIC VIDEO yang bakal gw buat. untuk tugas kesenian sekolah, di suruh buat music video yang bercerita tentang lirik lagu tersebut. apa gak gilak tuh? gak modal apa-apa, di suruh buat MV --" nah, pertanyaannya :
1. kira-kira lagu apa yang cocok buat konsep cerita kea gini menurut readers? west-pop gitu. soalnya kebanyakan korea jadinya gatau west-pop. kira-kira west-pop yg punya lirik bercerita ttg "hiduplah dengan bahagia tanpa diriku." begitulah. mohon bantuan.
2. kira-kira ini memungkinkan gak konsep MV-nya? mksdnya, untuk anak SMA kea kami buat cerita kea gini? mohon sarannya.
3. kira-kira aplikasi video maker yang the best of the best apa ya? ada rekomendasi? yang uda ada efek-efek suara di dalamnya, yang gampang di pake. mohon bantuannya.
Itu aja deh yang pengen gw tanya. Thanks before buat yang mau bantu ya, readers.. Satu lagi, bagi yang merasa ng-req fanfic ama author sotoy ini, lagi dalam penyelesaian. fanfic selanjutnya adalah fanfic berchapter. seperti yg kalian liat, tugas nih uda bikin kepala gw mumet jadi fanfic pun ndak terurus. jadi sabar ya. heheheheee. GAMSAHAMNIDA *deep bow*

give your comment ^^
Author : Park Moonri
Contact : @Moonri950418 on twitter and Moon-Fanfiction on facebook

0 komentar:

Posting Komentar