[Fanfiction-1S] Crazy Because Of You ♥

Minggu, 31 Juli 2011
Rating : General
Genre : Romance
Real Post : 15 Maret 2011 ---> Crazy Because Of You on facebook
Cast : (Super Junior) Park Jungsoo, Yoon Jihwa, Moonri, Kim Junhae, (Super Junior) Youngwoon.
Author : Moon ◕‿-
HAPPY READING ^^


          Gadis itu duduk di depan meja kerjanya. Laptopnya menyala dan tangannya berada di atas keyboard. Tatapannya lurus ke arah layar laptop yang menampilkan program Microsoft Word tapi pikirannya melayang entah kemana. Jendela besar di sampingnya menembuskan sinar matahari sore pasti membuat silau pandangan gadis itu. Tapi sepertinya gadis itu tidak menghiraukannya. Lebih tepatnya mungkin gadis itu bahkan tidak seratus persen berada dalam alam sadarnya. Di otaknya sekarang berputar kejadian-kejadian yang terjadi pada dirinya beberapa hari yang lalu. Beberapa detik kemudian, ia menghela napas. Terdengar seperti orang yang kehilangan semangatnya. Ia menundukkan kepalanya di antara topangan kedua tangannya.

“Jihwa-a, coba lihat perempuan ini. Dia orang yang baru masuk ke perusahaan tempatku bekerja. Diam-diam aku memotretnya. Cantik sekali bukan?”

          Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan menutupi mukanya dengan kedua tangannya. Berusaha berkonsentrasi pada pekerjaan yang harus di selesaikannya.

“Jungsoo-a, ayo pergi makan siang bersama?”
“Mianhae, Jihwa-a. aku sudah ada janji dengan Carin. Kau ingatkan perempuan yang waktu itu ku ceritakan padamu?”

          Gadis itu menidurkan kepalanya di atas meja. Sekali ia berusaha untuk tidak memikirkan tentang masalahnya. Tapi sepertinya tetap tidak berhasil.

“Jihwa-a, kenapa kau tidak menjawab teleponku? Kenapa tidak mau bertemu padaku? Aku melakukan kesalahan, Jihwa-a?”
“Tidak. Aku hanya tidak mau mengganggumu dengan perempuan itu. kalian terlihat cocok sekali. Sebaiknya kita tidak bertemu lagi.”

          Matanya basah. Tidak. Ia tidak boleh menangis. Ia sendiri yang sudah memutuskan untuk tidak bertemu lagi dengan lelaki itu. Tidak bertemu dengannya lebih baik dibandingkan harus terus-menerus mendengarkan cerita laki-laki itu tentang perempuan lain. Tapi kenapa sampai sekarang ia masih terus memikirkan laki-laki itu. Ia masih berharap. Berharap laki-laki itu datang mencarinya lalu meminta maaf padanya dan berjanji akan meninggalkan perempuan itu untuknya. Mengatakan kalau yang ia lakukan hanya semata-mata untuk membuat gadis itu cemburu agar gadis itu mengerti kalau dirinya menyukai laki-laki itu. apakah itu hanya harapan kosong? Setidaknya tanpa harus di buat cemburu pun, gadis itu menyukainya. Sangat menyukainya. Memutuskan untuk tidak bertemu lagi dengan laki-laki itu adalah hal yang paling bodoh yang tidak mungkin ia lakukan. Tapi sudah terlanjur ia ucapkan.

          “Jihwa-ssi?” seorang laki-laki masuk kedalam ruangan kerja Jihwa, membuyarkan semua lamunan gadis itu. “Apa pekerjaanmu sudah selesai? Ini sudah hampir malam.” Tanyanya.
          Jihwa menoleh ke arah laki-laki itu dan memaksakan senyumnya. “Ooo, Youngwoon-ssi. Mianhae! Hari ini badanku sedikit kurang enak.” Jawab Jihwa lemas.
          “Kau sakit? kalau begitu kenapa tidak pulang lebih dulu?” tanya laki-laki yang bernama Youngwoon itu lagi.
          “Youngwoon-ssi…”
          “nde?”
          “saat pikiranmu kacau, apa yang biasa kau lakukan? Mungkin saat bertengkar dengan Junhae.” Tanya Jihwa.
          “aku? Aku akan pergi minum. Ya, aku selalu pergi minum saat pikiranku kacau ataupun stress. Wae?”
          “aniyo. Hanya bertanya. Kurasa aku harus melakukan hal yang sama.” Jihwa bergegas untuk pulang. ia berdiri dan tersenyum sekali lagi pada Youngwoon, “Gomapta!” setelah itu langsung berjalan meninggalkan Youngwoon yang masih bingung dengan pertanyaan Jihwa barusan.

          Setengah jam kemudian, Youngwoon bersiap untuk pulang setelah membereskan beberapa dokumen di mejanya. Bertepatan dengan suara ponselnya yang berdering. Ia melirik ke layar ponsel sebentar lalu langsung menjawabnya.

          “Waeyo, chagiya?”
          “oppa…” kekasihnya, Kim Junhae yang menelepon. “apa Jihwa masih disana? Aku ingin mengajaknya berbelanja malam ini.”
          “Jihwa? Dia sudah pergi sejak tadi. Kenapa tidak mengajakku?”
          “ani, oppa bilang sudah pergi? Kenapa ia tidak meneleponku? Padahal kami sudah janji.”
          Youngwoon mengernyitkan keningnya, “Begitukah? Tapi tadi Jihwa bertanya sesuatu padaku…”
          “bertanya apa?”

***********************

          “Jihwa-a,” Junhae langsung berlari masuk dari pintu masuk sebuah kelab kecil di sudut kota Seoul. “Jihwa-a, kau sedang apa disini?” tanyanya yang lalu mengambil tempat duduk di samping Jihwa.
          “Junhae?” Jihwa menoleh ke samping dengan mata disipitkan. Ia tersenyum manis. Matanya seakan ingin tertutup. Tangan sebelahnya memegang gelas kecil. Tidak salah lagi…
          Junhae menatap Jihwa dengan nada curiga, “Ya! Kau mabuk?” tuduhnya langsung.
          “Mwo? Mabuk?” Jihwa tertawa kecil lalu mengibas-ngibaskan tangannya. Kemudian ia menuangkan soju dari botol di sampingnya ke dalam gelas kecilnya yang kosong dan menoleh lagi ke arah Junhae. “Kau lihat? Ini hanya air putih biasa. Mau coba?” kata Jihwa berusaha membela diri.
          Spontan Junhae langsung mengambil gelas itu dan meletakkannya ke atas meja. Lalu kedua tangannya mengcengkram kedua bahu Jihwa dan mengguncangkan tubuh gadis itu pelan. Jihwa hanya meresponnya dengan senyuman.
          “Jihwa-a, apa-apaan kau ini? Kau sudah gila?” Ujar Junhae sedikit membentak dan masih mengguncangkan tubuh Jihwa pelan. Berharap gadis itu mendapatkan kembali kesadarannya. Tapi sepertinya sia-sia. Bisa di lihat di atas mejanya terdapat dua botol soju yang mungkin sudah di habiskan sendiri oleh Jihwa.
          Tiba-tiba saja Jihwa memeluk Junhae. “Benar. Aku sudah gila, Junhae-a. Aku sudah gila.” Jihwa melepaskan pelukannya lalu tertawa kecil. Beberapa detik kemudian ia menatap Junhae lekat-lekat. Junhae merasa takut melihat tatapan Jihwa yang tidak biasanya. “Kau tau apa, Junhae-a? ucapan-ucapan bodoh orang itu selalu berputar-putar di kepalaku. Aku hampir berpikir ingin memecahkan kepala ini.” Jelas Jihwa. Jihwa meneguk satu gelas soju lagi dan Junhae hanya bisa melotot heran melihat Jihwa.
          “mworago?”
          Kali ini, Jihwa memijit-mijit keningnya. “aku berusaha melupakannya. Tapi tidak bisa, Junhae-a! aku benar-benar sudah gila!” Gerutu Jihwa.
          “apa? Siapa? Apa yang sedang kau bicarakan?” tanya Junhae yang semakin tidak mengerti arah pembicaraan Jihwa.
          “Park Jungsoo…dia orang yang paling menyebalkan yang pernah ku kenal!”
          Junhae masih bingung. “Park Jungsoo? Siapa dia?” tanya Junhae. Ia tidak pernah mendengar nama itu. Temannya? Saudaranya? Atau…kekasihnya? Tetapi Jihwa tidak menjawabnya. Gadis itu menuangkan soju itu lagi ke gelas tapi sepertinya botol soju itu sudah kosong. Jihwa menoleh ke kanan kiri, mencari si bartender.
          “Ajusshi, minta sojunya satu botol lagi!!” Seru Jihwa sambil mengangkat botol soju ke arah si bartender yang berada tidak jauh dari meja mereka.
          Junhae menahan tangan gadis itu. “sudah cukup, Jihwa-a. kurasa kau harus pulang sekarang. keadaanmu benar-benar kacau hari ini!”
          Jihwa menepis tangan Junhae lalu tersenyum lebar, “kau bercanda? Aku merasa sangat baik hari ini. Karena itu aku ingin merayakannya disini. Ajusshi, ppali !”
          “kita pulang sekarang!”

***********************

          Moonri baru saja ingin masuk ke dalam kamarnya saat mendengar pintu rumah kecil itu di ketuk. Walaupun rumah itu terbilang kecil tapi cukup untuk ia dan kakaknya, Jihwa. Mereka sendiri yang menata isi rumah itu, terlihat sangat rapi dan nyaman. Hari itu, untuk pertama kalinya Jihwa belum pulang walaupun jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Awalnya Moonri sangat khawatir, apalagi telepon Jihwa tidak aktif. Tapi Moonri berusaha berpikiran positif. Ia berpendapat mungkin kakaknya sedang ada acara di kantor ataupun bersama temannya. Sekali lagi pintu rumah itu diketuk.
          “Chankaman,” Moonri membukakan pintu dengan cepat dan langsung melihat Jihwa yang di papah oleh temannya Junhae. “Onni ! Onni waeyo?” tanyanya panik. Belum pernah ia melihat kakaknya berwajah pucat dan lemas seperti itu.
          “dia mabuk.” Jawab Junhae cepat. Junhae memapah Jihwa masuk ke dalam rumahnya dan Moonri segera menutup pintunya. Junhae mendudukan Jihwa di sofa dan kemudian duduk di sampingnya.
          Jihwa mengangkat kepalanya dan menatap lurus ke Moonri. “nae dongsaengie…” baru mengucapkan beberapa kata, Jihwa tiba-tiba merasa mual. Ia menutup mulutnya dengan tangannya.
          “Onni, wae?”
          Tidak sempat menjawab pertanyaan Moonri, Jihwa langsung menghambur ke dalam kamar mandi. Dengan cepat Junhae dan Moonri menyusul ke kamar mandi. Terlihat Jihwa sedang muntah-muntah. Ia benar-benar terlihat kacau. Belum selesai ia membuat kedua orang di belakangnya panik, ia jatuh dan terkulai lemas di lantai kamar mandi.
          “Onni…”
          “Jihwa-a…”
Sahut Junhae dan Moonri bersamaan.
          “Cepat bawa ke kamar.”

          Moonri membaringkan Jihwa di atas tempat tidurnya dan menyelimutinya. Tangan Moonri secara perlahan menyeka rambut Jihwa yang menutupi matanya. Ia menatap kakaknya dengan tatapan iba. Belakangan ini ia merasa ada yang lain dari kakaknya. Kakaknya itu terlihat tidak bersemangat, selalu termenung dan setiap menitnya selalu melirik ke ponselnya. Seakan sedang menunggu sesuatu. Setiap kali Moonri menanyakan masalahnya, Jihwa akan selalu menjawab dengan jawaban yang sama, hanya masalah pekerjaan.
          “Apa kau tau Jihwa ada masalah apa?” tanya Junhae membuyarkan lamunan Moonri.
          Moonri menghela napas. “Tidak. Memang ada yang aneh dari onni. Tapi ia bilang masalah pekerjaan.” Berhenti sebentar lalu ia melanjutkan, “Geundae, bagaimana onni bisa sampai mabuk begini? Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya.”
          Junhae mulai bercerita kepada Moonri mulai dari ia menelepon Youngwoon sampai dengan ia mendapati Jihwa sedang meminum berbotol-botol soju. Waktu itu ia juga heran ketika Youngwoon menjelaskan tentang percakapan singkatnya dengan Jihwa. Setelah itu ia berusaha menelepon Jihwa tapi teleponnya tidak aktif. Lalu Junhae mulai mencarinya. Cukup lama sampai ia menemukan Jihwa di dalam kelab kecil itu.
          “Jihwa mengoceh tidak jelas saat itu. aku tidak mengerti apa yang ia katakan.” Jelas Junhae mengakhiri ceritanya.
          “apa yang onni katakan?” tanya Moonri penasaran.
          “entahlah. Mungkin sesuatu yang berhubungan dengan laki-laki yang bernama Park Jungsoo.”
          Moonri mengangkat alisnya saat mendengar nama yang dikenalnya. “Park Jungsoo?”

***********************

          Park Jungsoo, ia baru saja merasakan empuknya sofa di apartemennya setelah pulang dari mengerjakan proyek besar dari perusahaan tempat ia bekerja. Ia memijit-mijit leher bagian belakang untuk melepaskan penat. Jungsoo lalu melepas dasi dan jas hitamnya dan membuka satu kancing bajunya pada bagian paling atas. Setelah itu ia berbaring di sofa itu. tangannya merogoh kantong celananya untuk mengambil ponselnya. Jungsoo membuka flap ponselnya dan menatap layar ponselnya lekat-lekat. Layar itu menampilkan pukul 05:30 PM di bagian kanan atas. Tangannya bergerak lincah di atas keypad dan menekan beberapa digit nomor yang telah di hapalnya luar kepala. Nomor Jihwa. Ia tampak sedang berpikir. Tangannya hampir saja menekan tombol untuk menelepon tapi Jungsoo membatalkannya dan langsung menutup flap ponselnya. Itulah yang selalu di lakukannya dalam beberapa hari terakhir ini.
          “Jihwa-a, kesalahan apa yang sudah aku lakukan?” Jungsoo bergumam pada dirinya sendiri. Ia terus memikirkan alasan apa yang membuat Jihwa tidak mau bertemu dengannya. Tapi sampai sekarang ia belum berhasil menemukan jawabannya.
          Tiba-tiba Jungsoo merasa ponselnya bergetar. Dengan cepat Jungsoo membuka flip ponselnya dan menempelkannya di telinga. “Yoboseyo? Jihwa-a…”
          “Aku adiknya,” suara seorang perempuan di sebrang telepon sana menyadarkan Jungsoo kalau ia sudah salah mengira orang.
          “Chaeseongeyo. Siapa tadi?” tanya Jungsoo ragu-ragu.
          “Moonri. Kau masih ingat denganku? Jihwa dongsaengie.”
          Jungsoo berpikir sejenak lalu mengangguk-angguk pelan. “ahh, Moonri-ssi. Ada apa tiba-tiba menelepon?”
          “Sepertinya aku harus memberitahumu tentang keadaan Jihwa onni sekarang.” Suara Moonri terdengar tegas.
          “Jihwa, ada apa dengannya? Sesuatu terjadi?” tanya Jungsoo penasaran.
          “Ne. terjadi sesuatu. Dan ini berhubungan denganmu.”
          “Makmaksudmu?
          “Semalam, Onni pulang dalam keadaan mabuk.” Suara Moonri tiba-tiba mengecil. Seakan masih ragu untuk mengatakannya.
          Jungsoo terlompat kaget dan langsung terduduk di sofanya. “Mwo? Mabuk? Tanya Jungsoo berusaha memastikan pendengarannya salah atau tidak.
          “Semalam, temannya mendapati Onni sedang meneguk soju di sebuah kelab. Setelah pulang, Onni muntah-muntah dan pingsan.” Ujar Moonri.
          “bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Jungsoo lagi. Suaranya terdengar sangat panik. Ia benar-benar kaget dengan apa yang di dengarnya ini. Seorang Jihwa mabuk? Astaga, apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu?
          “Tadi pagi setelah aku memberinya teh herbal, ia langsung bersiap berangkat kerja. Mukanya masih pucat dan aku melarangnya. Tapi onni bersikeras. Aku sudah menahannya tapi ia tetap saja keras kepala mau berangkat kerja.” Jelas Moonri. “dan satu lagi, ia menyebut namamu saat ia dalam keadaan mabuk. Kupikir ada masalah antara kalian berdua makanya…”
          “namaku?” potong Jungsoo cepat.
          “ne. aku tidak tau ada masalah apa tapi aku rasa kau harus cepat menyelesaikannya karena ini pertama kalinya aku melihat onni seperti ini.”
          “kapan Jihwa pulang?”
          “entahlah. Mungkin sebentar lagi atau jam tujuh.”
          “aku segera kesana!”

***********************

          Hari ini, sekali lagi Jihwa memutuskan untuk kembali ke kelab itu. pikirannya yang kacau itu menuntun kakinya untuk masuk ke kelab itu. tapi baru menghabiskan satu botol soju––dan itu cukup berhasil membuatnya mabuk––ponselnya berdering. Adiknya meneleponnya untuk menyuruhnya segera pulang karena ada hal yang sangat penting di rumah. Dan beginilah ia sekarang. terhuyung-huyung berjalan pulang ke rumahnya. Beberapa kali ia menabrak orang lalu membungkuk tidak pasti untuk meminta maaf. Matanya menyipit, sesekali ia tersenyum sendiri dan tetap berpikiran ia sedang berjalan normal sekarang. ia berhenti sejenak di depan pagar rumahnya. Ia baru merasakan kepalanya seperti di timpa batu berlapis-lapis. Dengan seluruh kesadarannya yang tersisa ia membuka pagar rumah dan masuk ke halaman rumahnya. Dan saat itulah ia melihatnya…

          Laki-laki itu. Park Jungsoo. Berdiri tegap di depan pintu rumahnya. Jihwa mengerjap-ngerjapkan matanya mencoba memastikan apakah ia salah lihat atau tidak. Berharap ia hanya berkhayal karena ia masih tidak ingin bertemu dengan laki-laki itu. tidak dengan keadaan begini. Tapi tetap saja, laki-laki berdiri beberapa meter di hadapannya. Memandangnya dengan tatapan tidak senang. Tapi pada akhirnya ia menyunggingkan seulas senyum. Ooh! Jangan tersenyum seperti itu. Benar. Itu adalah Jungsoo. Laki-laki yang membuatnya gila seperti ini, laki-laki yang sepanjang hari menganggu pikirannya dan laki laki––yang tidak bisa dipungkiri––yang di rindukannya. Walaupun kesadarannya belum kembali sepenuhnya, tapi jantungnya berdebar cepat. Apa yang harus ia lakukan? Tetap berdiri mematung ditempatnya sekarang? tapi kepalanya berat sekali. Jihwa mencoba mengatur napasnya. Baiklah, ia hanya perlu terus berjalan, pura-pura tidak melihatnya, masuk ke dalam rumah dan semuanya selesai. Baiklah !

Jihwa melangkah pelan dan masih terhuyung-huyung. Matanya yang sipit makin terlihat sipit karena belum sepenuhnya lepas dari pengaruh soju yang membuatnya mabuk seperti ini. Jihwa menunduk tidak berani mengangkat kepalanya saat ia berjalan melewati laki-laki itu.
          “darimana saja?” Jungsoo yang tadi hanya diam sekarang menahan lengan Jihwa. Membuat gadis itu tercekat dan debar jantungnya menjadi dua kali lebih cepat.
Jihwa dengan setengah kesadaran memutuskan untuk menoleh. Ia tersenyum kecil lalu berkata,
          “haruskah aku memberitahumu?” ia lalu menepis tangan Jungsoo dari lengannya. Berjalan menuju pintu rumahnya yang tinggal beberapa langkah lagi. Tapi laki-laki itu bergerak cepat. Jungsoo berdiri tepat di hadapan Jihwa dan mencengkram bahu gadis itu kuat.
          “apa yang terjadi padamu? Kenapa bisa seperti ini? Aku melakukan kesalahan? Katakan saja apa salahku, tapi kau jangan berbuat begini!” Ujar Jungsoo menatap lurus pada wajah gadis itu.
          “Lepaskan! Sakit, lepaskan!” Jihwa memberontak berusaha melepaskan diri dari cengkraman Jungsoo. Tapi sepertinya laki-laki itu sangat menginginkan penjelasan Jihwa saat itu juga.
          “Kau gila? Tidak bisa berpikir normal lagi, huh?” tanya Jungsoo sedikit kasar. Menurutnya, membuat Jihwa berbicara harus dengan sedikit paksaan.
          “Geurae! Aku gila! Tidak bisa berpikir normal. Tidak bisa berpikir hal yang lain. Cuman bisa memikirkanmu. Berpikir apa yang sedang di lakukan seorang Park Jungsoo dengan gadis lain. apakah benar-benar sudah tidak memperdulikanku lagi?” Jihwa merasa cengkraman Jungsoo melonggar. Ia masih belum berani untuk menatap Jungsoo langsung. Ia benar-benar tidak sadar apa yang di katakannya ini. Lalu melanjutkan, “kenapa ia tidak menghubungiku? Setidaknya hanya untuk menyapa sebentar juga sudah bisa. Kenapa tidak ada? Tidak lagi bertanya bagaimana kabarku, bagaimana pekerjaanku. Bertanya apakah aku sudah makan hari ini? Apakah aku tidur cukup hari ini? Apakah aku kelelahan hari ini?  Walaupun aku terus menunggu dengan sabar, tapi tetap tidak ada. Aku mulai berpikir bahwa laki-laki bernama Park Jungsoo itu sudah bahagia dengan gadis lain. Tidak ada lagi Park Jungsoo yang selalu memperhatikanku, yang selalu mengkhawatirkanku dan yang selalu memperdulikanku. Tapi yang bodohnya, aku malah selalu memikirkannya, merindukannya dan baru menyadari kalau aku membutuhkannya. Aku menyukai laki-laki itu. Tapi karena laki-laki itu aku sudah hampir menjadi gila!!!” Jihwa menghela napas panjang. Ia memberanikan diri untuk menatap Jungsoo. Melihat wajah laki-laki itu yang jelas menyiratkan kebingungan. Jihwa seolah sedang berbicara dengan orang yang bukan Park Jungsoo. Baru saja Jihwa ingin melepas cengkraman Jungsoo, laki-laki itu tiba-tiba menguatkan cengkramannya. Sekali lagi ia menatap lekat-lekat gadis itu walaupun masih kaget dengan apa yang baru di dengarnya.
          “kenapa? Kenapa tidak mengatakannya sejak dulu? Kenapa kau tidak mau jujur padaku?” tanya Jungsoo. Mata yang menatap Jihwa membuat Jihwa tidak bisa bernapas dengan benar.
          “mwo? Mengatakannya padamu? Bagaimana bisa aku mengatakannya padamu kalau kau saja tidak pernah benar-benar melihatku? Aku selalu ingin berada di hadapanmu, selalu bersamamu, tapi kau tak pernah melihatku. Lalu aku harus bagaimana mengatakannya?” Hati Jihwa seakan di remas-remas saat ia mengatakan hal itu. dengan tenaga yang tersisa, Jihwa berusaha melepaskan cengkraman Jungsoo. Ia berhasil. Ia ingin melangkah lagi. Tetapi baru saja maju satu langkah, ia merasa tubuhnya tertarik. Jungsoo menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
Jihwa mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya. Jungsoo memeluknya. Astaga, apa ia sedang bermimpi? Tapi ia merasa hangat dalam pelukan laki-laki itu. Kenapa bisa begini? Kenapa ia tidak memberontak?
          “Jihwa-a,” suara Jungsoo terdengar jelas di samping kepalanya. Membuat napas gadis itu tercekat. “kau harus tau, di dunia ini, yang selalu ku lihat hanya kau, Jihwa-a…”
          Jihwa merasa wajahnya memanas. Benarkah yang barusan ia dengar itu? ia merasa melambung tinggi sekarang. bahagia. Ia benar-benar bahagia!
          “dan satu lagi. Aku senang kau selalu memikirkanku. Aku juga merindukanmu.” Laki-laki itu menambahkan.

          Di samping itu, jendela yang menghadap ke luar halaman rumah itu, disana Moonri dan Junhae hanya bisa tersenyum puas melihat adegan itu. meskipun tidak tau apa yang terjadi, setidaknya mereka yakin, setelah ini Jihwa akan kembali seperti sediakala.

***********************

          Pagi-pagi sekali Jihwa sudah bersiap berangkat kerja. Walaupun saat ia bangun kepalanya masih pusing, tapi sekarang ia terlihat jauh lebih baik. Ia membuka pintu dan mendapati Jungsoo sudah berdiri di hadapannya dan tersenyum manis.
          “Chagiya, Good Morning!” sahut Jungsoo.
          Jihwa tanpa sadar tersenyum geli lalu membalas, “mwo? Chagiya? Kukira kau salah orang!” kata Jihwa.
          “benarkah?” Jungsoo memasang tampang berpikir lalu ia melipatkan kedua tangannya di dada. “lalu siapa ya yang mengatakan ia menyukaiku kemarin?” Goda Jungsoo.
          Muka Jihwa seketika berubah menjadi semerah cumi rebus. Jihwa melangkah  keluar dan segera menutup pintu rumahnya. Jungsoo mengikutinya dari belakang sambil terus mengoceh.
          “Ada seseorang yang selalu merindukanku. Menurutmu siapa itu, Jihwa-a? kau bisa bantu aku mengingatnya?” Goda Jungsoo lagi.
          “aku tidak tau…” Jihwa menutup telinga dengan kedua tangannya. Mukanya benar-benar merah sekarang.
          “masih tidak mau mengaku?” Jungsoo merangkul gadis itu. “dia bilang dia terus memikirkanku sampai gila. Bahkan sampai ia mabuk. Pertama kali aku melihatnya seperti itu.”
          “Ya!! Park Jungsoo!!!! Hentikan!”
          Jungsoo tersenyum geli. Tapi ia tetap mengoceh sepanjang perjalanan mereka menuju tempat kerja mereka masing-masing.

THE END ♥


Give your comment ^^
Author : Park Moonri
Contact : @Moonri950418 on twitter and Moon-fanfiction on facebook

0 komentar:

Posting Komentar